[PORTAL-ISLAM.ID] Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menolak eksepsi yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto.
KPK sebelumnya menganggap keberatan Novanto soal status penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Novanto sebaiknya mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan praperadilan.
Namun, Hakim Cepi tak sependapat dengan KPK. Menurut dia, status penyidik dan penyelidik KPK yang dipersoalkan pohak Novanto bukan merupakan sengketa kepegawaian tata usaha negara.
"Oleh karena itu hakim praperadilan berkesimpulan bahwa permohonan praperadilan dari Pemohon bukan merupakan sengketa hukum dan menjadikan kewenangan praperadilan," ujar Hakim Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017), seperti dilansir Kompas.
Hakim Cepi menganggap PN Jakarta Selatan berwenang menangani permohonan tersebut. Karena sanggahan tersebut tak beralasan hukum, maka eksepsi KPK dikesampingkan.
Dengan demikian, putusan sela hakim menyatakan sidang praperadilan akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian pekan depan.
Sebelumnya KPK berusaha mengulur-ulur jalannya sidang praperadilan. Pada sidang perdana yang seharusnya digelar 12 September lalu KPK absen. Bahkan KPK meminta agar hakim menunda sidang hingga tiga minggu ke depan. Namun hakim menolak, dan sidang akhirnya digelar Jum'at kemarin dengan putusan sela eksepsi KPK ditolak.
KPK digugat praperadilan setelah Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi E-KTP.
Penetapan tersangka Setya Novanto bahkan langsung disampaikan Ketua KPK pada 17 Juli lalu menjelang sidang DPR penetapan RUU Pemilu yang berakhir dengan keputusan PT 20%.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR periode 2009-2014 sebagai tersangka," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Senin (17/7/2017).
Walau sudah jadi tersangka, tapi KPK tak menahan Setya Novanto. Beda dengan tersangka lain seperti saat kasus Presiden PK Luthfi Hasan Ishaq yang langsung ditahan dan diserbu di kantor DPP PKS saat itu.