[PORTAL-ISLAM.ID] Pembantaian yang kembali dialami etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar menuai banyak kecaman umat muslim di Indonesia, tak terkecuali dari salah satu tokoh Tionghoa di Indonesia, Lieus Sungkharisma.
Lieus bahkan mendesak pemerintah Indonesia agar segera mengusir duta besar Myanmar dari Indonesia.
Selain itu, menurut Lieus, Dewan Nobel di Swedia pun harus mencabut Nobel Perdamaian yang pernah diberikan kepada Aung San Suu Kyi.
"Ini bukan lagi sekedar konflik sosial, tapi sudah genosida. Pemusnahan satu etnis," kata Lieus, seperti dirilis RMOL, Jumat 1 September 2017.
Seperti diketahui, ratusan orang meninggal dunia dalam kekerasan kemanusiaan yang kembali meletus di Rakhine sejak beberapa pekan lalu, dan puluhan ribu orang harus melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Sebagian besar dari para pengungsi itu bahkan dalam kondisi sakit dan terluka.
Menurut Lieus, apa yang terjadi di Myanmar tidak bisa lagi dipandang sebagai persoalan dalam negeri negara yang kini dipimpin oleh Aung San Suu Kyi itu. Masalah Rohingya ini harus menjadi perhatian serius ASEAN.
"Apalagi yang dibantai itu mayoritas warga muslim," ujar Lieus.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, kata Lieus, pemerintah Indonesia harus menyatakan dengan tegas posisinya dalam masalah ini. Pemerintah Indonesia harus memberi tekanan pada pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian etnis Rohingya.
"Salah satunya dengan memanggil dan mengusir duta besar Myanmar dari Indonesia," katanya.
Lieus menegaskan, apapun alasannya kekejaman terhadap muslim Rohingya tidak bisa dibenarkan. Fakta selama ini menunjukkan pemerintah Myanmar memang tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan kekejaman tersebut.
"Padahal saat dulu dia (Aung San Suu Kyi) dizalimi oleh junta militer yang berkuasa, bangsa Indonesialah yang banyak membantunya," tutur Lieus.
Lieus juga meminta DPR agar mendesak pemerintah untuk bertindak cepat.
"Pemerintah jangan lagi beretorika. Pemerintah Indonesia harus mengambil peran aktif menyelesaikan kasus genosida ini. Apalagi kita sebagai sesama negara Asean," katanya.
Di satu sisi ia menyesalkan lambatnya PBB mengambil tindakan untuk menghentikan pembantaian terhadap warga Rohingya, mengingat tragedi itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Apalagi PBB sendiri telah mengungkapkan bahwa memang terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia terhadap etnis Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar.
"Jadi, apapun alasannya, pembantaian manusia atas manusia itu harus segera dihentikan. Sebab ini sungguh-sungguh kejahatan kemanusiaan," tegasnya