[PORTAL-ISLAM.ID] Sejarahwan JJ Rizal mengkritisi pembangunan patung tokoh Cina di Tuban, Jawa Timur. Menurut dia, tokoh bangsa yang berasal dari Tuban, Jawa Timur, sesungguhnya banyak.
Misalnya saja, Sunan Kalijaga yang juga disebut sebagai Pangeran Tuban. Lantas mengapa harus repot membuat patung dengan tokoh besar berkebangsaan Cina? Pertanyaan ini kemudian muncul dari benak masyarakat Indonesia.
JJ Rizal mempertanyakan jika ingin memajukan nilai luhur mengapa tidak berpatokan pada Jas Merah. "Kalau patung itu tidak ada kaitannya dengan peribadatan, tetapi lebih ingin memajukan nilai luhur, mengapa tidak pulang ke rumah sejarah bangsa?" ujar dia.
Rizal pun semakin miris tatkala yang meresmikan patung itu adalah seorang Ketua MPR. Patung yang dinobatkan sebagai patung tertinggi se-Asia Tenggara itu, adalah patung Yang Mulia Kongco Kwan Sing Tee Koen, seorang jenderal berkebangsaan Cina.
"Ironisnya yang meresmikan adalah ketua MPR, sungguh mengenaskan. Lagi pula bukankah Tuban memiliki banyak tokoh bangsa yang bisa menjadi sumber teladan nilai luhur? Seperti Soegondo Djojopoespito," kata dia.
Rizal memaparkan Soegondo Djojopoespito adalah orang yang menjadi tokoh utama Kongres Pemuda ke-2 dan kemudian kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Momen itu adalah proklamasi pertama Indonesia sebagai bangsa.
Lalu, Rizal juga menyebutkan nama AK Pringgodigdo yang memainkan peran penting di BPUPKI dan menyelamatkan arsip risalah sidang BPUPKI. Kedua nama itu adalah tokoh yang berasal dari Tuban. "Sangat layak untuk dipertimbangkan agar patungnya bisa dibuat se-eksklusif mungkin," kata dia.
Rizal menegaskan, pembuatan patung panglima perang dari sejarah Cina itu, di tengah situasi pergaulan kebangsaaan yang tegang karena isu pluralisme, justru bukan menenangkan masyarakat. Malah yang terjadi justru memberikan dampak sebaliknya.
Menurut Rizal, semua akan lain jika pilihan tokohnya, tokoh yang berasal dari Tuban seperti tokoh Sumpah Pemuda Soegondo Djojopoespito. Rizal memberi masukan agar tokoh Sumpah Pemuda itu yang dijadikan ikon Tuban, karena tiga butir putusan Kongres Pemuda adalah cermin perdamaian antarmanusia tanpa melihat ras etnis.
"Itu pelajaran pluralisme yang penting dalam kebangsaan kita," kata Rizal saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (2/8) pagi. Ke depannya, dia berharap Indonesia bisa menjadi lebih nasionalis lagi dalam memutuskan sesuatu, apalagi terkait seni dan budaya. (ROL)