[PORTAL-ISLAM.ID] PANASNYA cuaca politik nasional menjelang tahun politik 2018 sudah kita rasakan saat ini melalui gesekan terbuka antarelit yang marak diberitakan media massa. Selain itu, sejumlah nama mulai disebut-sebut untuk diusung debagai Capres di Pilpres 2019 nanti, tak terkecuali Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tentunya ingin kembali berkuasa. Hal ini terbaca dari manuver-manuver Jokowi seperti menaikkan anggaran untuk mengurangi kemiskinan masyarakat dengan cara meningkatkan dana bantuan sosial dan subsidi.
Misalnya saja, Presiden Jokowi tahun ini secara mengejutkan menaikkan anggaran untuk bantuan sosial dan subsidi untuk tahun 2018. Belanja Negara 2018 yang direncanakan sebesar Rp 2.204,4 triliun akan diutamakan untuk pengurangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Upaya itu dilakukan lewat beberapa program, antara lain penambahan penerima manfaat Program Keluarga Harapan menjadi 10 juta keluarga dari sebelumnya 6 juta keluarga dan penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang skemanya diubah dari pembagian beras sejahtera (rastra).
Secara keseluruhan, pemerintah menganggarkan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah sebesar Rp 292,8 triliun. Anggaran itu terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak Rp 161,6 triliun, Program Keluarga Harapan Rp17,3 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp 10,8 triliun. Selain itu, anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin sebesar Rp 25,5 triliun, bantuan pangan Rp 13,5 triliun, bidik misi Rp 4,1 triliun serta dana desa Rp 60 triliun.
Perluasan penerima sejumlah program tersebut tercermin dari peningkatan anggaran Kementerian Sosial pada tahun depan sebesar Rp 34 triliun, atau naik hampir dua kali lipat dari anggaran tahun ini yang mencapai Rp 17,2 triliun.
Menanggapi kenaikan dana bantuan sosial dan subsidi tersebut, anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menilai, langkah menaikkan bantuan sosial dan subsidi untuk masyarakat tahun 2018 tak lain adalah untuk kepentingan Jokowi sendiri.
“Itu adalah tahun Pemilu. Dan memang agak aneh Dana Bantuan Sosial dan Subsidi tiba-tiba melonjak drastis. Semua hal tersebut sudah pasti ada maunya. Ada udang di balik batu,” kata Heri Gunawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/8).
Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan, bila memang pemerintah serius untuk mengurangi kemiskinan, seharusnya dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Tidak pada saat jelang Pemilu 2019.
“Kalau memang benar-benar untuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, kenapa baru sekarang jor-joran begini. Ini kan sepertinya hanya untuk membujuk hati rakyat yang sebelumnya dijepit oleh potongan subsidi dan kenaikan harga listrik dan BBM,” kata Heri.
Hasilkan Insentif Electoral
Direktur Eskekutive lembaga survei Voxpoll, Pangi Syarwi Chaniago menilai, langkah Jokowi yang menaikkan dana bantuan sosial dan subsidi bagi masyarakat tahun 2018 merupakan langkah politik guna menghasilkan insentif electoral pada Pemilu 2019.
“Dalam politik tentu selalu bicara dengan kepentingan, tapi jangan sampai program pemerintah dijadikan alat politik untuk memenangkan atau ada insentif electoral,” kata Pangi
Ia menyebutkan, bila Jokowi serius mengentaskan kemiskinan melalui bantuan sosial dan subsidi, seharusnya dilakukan pada tahun-tahun pertama ia menjabat.
“Tapi baru belakangan baru terlihat adanya upaya-upaya untuk memberikan bantuan sosial dan subsidi ke masyarakat. Ini jadi trend dan ada political bargaining. Bantuan sosial dan subsidi biar terkesan peduli kepada masyarakat dan bisa jadi insentif electoral,” kata Pangi.
Waktu zaman pemerintahan SBY, langkah serupa juga dilakukan. SBY bahkan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebelum Pilpres 2009.
“Efektif sekali. Di zaman SBY pernah dilakukan dan itu menunjukkan sebuah keberhasilan pemerintah, sehingga kepuasan masyarakat terhadap pemerintah sangat tinggi. Ini gaya politik tradisional,” kata Pangi. (Rimanews)