[1854: Pakaian orang Indonesia yang sudah pernah ibadah haji ke Mekkah (Koleksi Tropen Museum Belanda)]
"Kostum Muhammad"
Saat Islam telah cukup kuat menancap di Tanah Nusantara, banyak Muslim dari golongan kaya turut menunaikan ibadah Haji, meski mendapat pembatasan dari pemerintah Kolonial Belanda yang mengkhawatirkan terjadinya gelombang anti-kolonial, terutama oleh para jamaah haji yang mengenakan pakaian khas Arab, yang disebut Kolonial Belanda sebagai “Kostum Muhammad dan Sorban”.
Ketika pemberontakan anti-Belanda meledak, terutama dalam gelombang propaganda anti VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada tahun 1670-an di Banten, banyak warga Nusantara yang meninggalkan pakaian adatnya dan beralih mengenakan pakaian adat Arab, termasuk beberapa nama besar seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol. Sebagai wujud perlawanan terhadap penjajahan.
Pemimpin Perang Jawa (1825-1830), dalam Babad Dipanegara disebutkan terjun dalam medan perang dalam balutan celana, jubah, dan sorban berwarna putih. Di lain kesempatan, Pangeran Diponegoro mengenakan pakaian bergaya Arab berwarna hitam, dengan sorban hitam atau hijau.
Banyak dari golongan ulama yang kemudian mengenakan pakaian serupa hingga saat ini.
Sedangkan di Pulau Sumatra, Imam Bonjol yang memimpin Perang Padri, beserta pasukannya juga mengenakan pakaian khas Arab berwarna putih, hingga muncullah istilah “Kaum Putih”.
Begitulah sejarah mencatat perlawanan Umat Islam atas penjajahan di Nusantara.
Penjajah Belanda dulu takut dan phobia dengan pakaian ke-arab-araban. Sekarang... sepertinya masih ada anak cucu kolonial yang juga phobia dengan pakaian "kostum Muhammad dan sorban".