by ERWIN
(1). Abad ke-13 masehi, dunia mencatat kedigdayaan bangsa Mongol China. Tiada tanding, tiada banding.
(2). Berawal hanya dari sekelompok suku nomaden, Jengis Khan membawa bangsanya menjadi kekuatan tak terkalahkan di dunia saat itu. Hanya 2 pilihan bagi wilayah yang didatanginya: tunduk, atau binasa.
(3). Puncaknya adalah ketika sang cucu, Hulagu Khan menghancurkan sebuah imperium besar yang menguasai hampir sepertiga bumi, kekhalifahan dinasti Abbasiyah (1258 M).
(4). Tak terhitung korban jiwa dan hancurnya peradaban di tangan bangsa yang terkenal kejam dan bengis ini. Selain jutaan nyawa, Perpustakaan bait al-hikmah di Bahghdad adalah korban terbesarnya.
(5). Tapi setidaknya ada 2 raja di muka bumi yang berani menolak tunduk kepada bangsa mongol. Bahkan ketika akhirnya perang pecah, pasukan dari kedua kerajaan ini mampu menghancurkan mitos pasukan mongol sebagai pasukan yang tak terkalahkan.
(6). Pertama, Syaifuddin al-Quttuz. Raja dari dinasti Mamalik di Mesir. Yang memimpin langsung pasukannya untuk menghadang pasukan Mongol di Ain Jalut (1260 M). Pada perang ini, untuk pertama kalinya pasukan Mongol merasakan kekalahan. Selamatlah dunia Islam dari kehancuran total.
(7). Kedua, Kertanegara. Raja Singosari dari tanah Jawa. Bahkan utusan Kubilai Khan (Raja Mongol), yang meminta supaya Kertanegara menyerahkan Singosari, tidak sekedar diusir dari tanah jawa, tapi kuping sang utusan tsb dipotongnya !!!
[Sri Maharaja Kertanagara (meninggal tahun 1292), adalah raja terakhir yang memerintah kerajaan Singhasari. Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari, dan ia dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara. Menantunya Raden Wijaya, kemudian mendirikan kerajaan Majapahit sekitar tahun 1293 sebagai penerus dinasti Singhasari.]
(8). Singkat cerita, dikirimlah pasukan Mongol dengan misi membalas perlakuan Kertanegara sekaligus menginvasi tanah jawa (1293 M). Tapi pasukan mongol tidak mengetahui bahwa Kertanegara sudah dibunuh oleh Jayakatwang yang langsung mengangkat dirinya sbg raja Singosari.
(9). Kerabat Kertanegara yang tidak suka dgn Jayakatwang memberi bantuan dan informasi kpd pasukan Mongol sehingga Singosari dgn mudah dihancurkan. Dan Jayakatwang, yg oleh pasukan mongol dikira sbg Kertanegara, berhasil dibunuh.
(10). Ketika pasukan Mongol berpesta merayakan kemenangan, tiba-tiba Raden Wijaya, yg turut berperan membantu pasukan Mongol menghancurkan Singosari, melakukan serangan balik. Tanpa persiapan, pasukan Mongol berhasil dikalahkan. Hanya sedikit yg berhasil kembali, sebagian besarnya terbunuh dan ditawan pasukan Raden Wijaya.
(11). Setelah sukses mempercundangi pasukan Mongol, Raden Wijaya mendirikan kerajaan baru: Majapahit, yang kemudian mewujud menjadi kerajaan besar di tanah jawa, bahkan nusantara.
(12). Begitulah sejarah mencatat. Bahwa tanah jawa merupakan salah satu wilayah di muka bumi yg tidak bisa ditaklukan oleh kerajaan Mongol yg memiliki pasukan perang dgn reputasi tak terkalahkan.
(13). Namun kini kita melihat, berdiri patung dewa perang 'orang lain' di tanah jawa dgn ukuran raksasa. Ini bagaimana ceritanya? Pasukan perang sungguhan saja berhasil diusir, kok bisa patung dewa perang yg tidak ada kaitannya dgn sejarah jawa tiba-tiba tegak?
(14). Maka wajar saja jika 'spirit Kertanagera' itu bangkit kembali. Menolak keberadaan patung tsb. Sebab ini adalah harga diri. Marwah tanah jawa.
(15). Jangan campur adukan antara kerukunan dgn harga diri. Ini beda bab. Sebab setiap simbol sudah pasti membawa pesannya tersendiri. Jangan pura-pura lugu dan planga-plongo, deh.
(16). Jika memang pesan kerukunan yg ingin disampaikan, kenapa patung dewa perang yg ditonjolkan? Sejak kapan perang membawa kerukunan? Lagipula, bukankah dlm mitologi mereka dewa itu banyak dan beragam? Kenapa bukan dewa yg lebih 'soft' saja yg ditonjolkan?
(17). Ingat loh... wilayah Tuban sebagiannya adalah pesisir, maka jangan sampai patung dewa perang yg mrk bangun dgn begitu tingginya ternyata berfungsi sbg menara mercusuar utk memudahkan kapal-kapal mrk memasuki wilayah kita melalui perairan.
(18). Ini kewaspadaan, bukan kecurigaan. Dulu warga kota Troya juga terkagum-kagum dan tidak pernah curiga dgn patung kuda perang raksasa yg diletakan di depan gerbang kota mrk. Tapi justru itulah awal malapetaka.
(19). Kita bangsa Indonesia baru saja memperingati 72 tahun kemerdekaan. Dan karenanya kita memahami betul apa artinya perang. Menang jadi abu, kalah jadi arang. Lalu pesan apa yg mau disampaikan oleh si patung dewa perang itu?
(20). "Kami mencintai perdamaian, tapi kami lebih mencintai kemerdekaan", begitu ajaran founding father republik ini. M E R D E K A!!!