"Meikarta, Kuburan Massal Pejuang Palsu Pancasila"
by Asyari Usman
(Wartawan Senior BBC)
Selamat Datang di Meikarta, Komplek Pekuburan Pejuang Pancasila. Begitu tulisan yang terbaca ketika Anda memasuki areal proyek kota baru yang serba mewah di Cikarang, sekitar 50 km sebelah timur Jakarta.
Tetapi, plang itu tidak bisa Anda baca dengan mata biasa, apalagi mata duitan. Harus menggunakan mata hati. Kalau dengan mata duitan, tulisannya adalah “Welcome to Meikarta, Indonesia’s Biggest and Most Beautiful City for Better Living and Working” (Selamat Datang di Meikarta, Kota Terbesar dan Terindah untuk Hidup dan Bekerja yang Lebih Nyaman).
Dengan mata duitan, Anda hampir pasti akan terhipnotis menjadi salah satu korban yang akan dikuburkan di situ bersama para pejuang palsu Pancasila. Dengan mata hati, komplek itu akan terlihat penuh dengan drakula penghisap uang. Kalau masuk ke situ tanpa bekal sebagai seorang pancasilais sejati, Anda tidak akan mampu melawan sihir Meikarta.
Itulah sebabnya para pejuang Pancasila yang selama ini hanya berteriak-teriak “aku pancasilais” tetapi kenyataannya bodong, akhirnya banyak yang hilang misterius setelah melihat Meikarta. Polisi ideologi tidak bisa menemukan mayat mereka. Kabarnya, banyak orang yang selama ini memberikan kuliah dan taushiyah tentang Pancasila, lenyap setelah berada di situ. Banyak yang tak sanggup menatap mata drakula Meikarta.
Tetapi, alhamdulillah, seorang warga fakir berhasil menemukan kuburan para pejuang bodong Pancasila di kota baru ini. Bisa disebut kuburan massal. Mereka dikuburkan di bawah areal Meikarta. Di bawah pondasi gedung-gedung kondominium yang dibangun di sana. Mereka mati tanpa busana ideologi. Di keningnya ada stempel besi panas yang bertuliskan “RIP Bersama Ideologi Meikarta”.
Saya bertanya kepada warga fakir itu apa saja amalan beliau sehingga bisa menemukan kuburan para pejuang palsu Pancasila di areal Meikarta. Orang itu mengatakan, selama hidupnya dia taat beribadah, suka berbagi dengan jiran-tetangga, dan menghormati siapa saja tanpa melihat suku atau agamanya. Dan dia selalu menganjurkan keadilan untuk semua.
Saya termanggut-manggut mendengar penjelasan lugu si fakir. Ternyata dia bukan bagian dari orang-orang yang lantang memekikkan “Pancasila harga mati”, padahal mereka adalah pancasilais palsu. Si fakir tidak seperti mereka.
Si fakir diam-diam dan tanpa pamrih, tanpa publikasi, tanpa seragam berbaret, tanpa titel, dan tanpa seminar, telah menunjukkan perilaku pancasilais. Meikarta tak sanggup menaklukkan si fakir yang lurus.
Jadi, hanya para pejuang Pancasila yang berhati dan berpikiran pancasilais murni saja yang bisa selamat dari kejaran drakula uang di Meikarta.
Manajemen Miekarta kabarnya resah terhadap si fakir. Khawatir si fakir akan melancarkan gerakan dzikir Pancasila asli di kalangan fakir dan miskin. Sebab, kalau para pengamal asli Pancasila ini berkumpul menjadi satu dan mendoakan keruntuhan Meikarta, bisa-bisa proyek kapitalisme James Riady itu akan mengalami kehancuran.
Kabarnya, Meikarta telah melaporkan keberadaan para pejuang asli Pancasila itu ke pihak yang bersewenang-wenang dengan tuduhan menghalangi pembangunan. Pulisi telah membentuk detasemen khusus untuk memburu para fakir-miskin pancasilais sejati.
Sudah ribuan fakir-miskin yang dikurung dan akan diberikan penataran tentang bagaimana cara berpancasila yang sesuai dengan kaidah-kaidah kapitalisme-liberalisme. Setelah penataran, mereka akan dimagangkan di rumah-rumah para pancasilais palsu yang tidak memiliki mata hati.
Mereka akan digembleng sampai betul-betul berubah menjadi pejuang Pancasila yang bisa disihir dan dikuburkan di Meikarta atau di komplek-komplek Lippo Group yang berikutnya.***