Rohingya kembali memanas. Seorang saksi di Kota Maungdaw di negara bagian Rakhine, yang dihubungi melalui telepon, mengatakan bahwa para tentara Myanmar memasuki desanya sekitar pukul 10.00 pagi pada hari Jumat (25/8/2017). Mereka membakar rumah dan harta benda warga dan menembak mati setidaknya 10 orang.
Saksi meminta hanya diidentifikasi dengan nama panggilannya, Emmar, karena takut jadi korban balas dendam. Dia mengatakan bahwa penduduk desa melarikan diri ke berbagai arah, tapi sebagian besar menuju ke daerah pegunungan terdekat. Menurut Emmar, tembakan senjata dan ledakan terdengar dan asap masih bisa terlihat pada Jumat malam.
[video]
Kondisi memilukan warga muslim Rohingya di Shilkhali Maungdaw yg diserang serdadu brutal Budha Myanmar. Video @Arakan_Times pic.twitter.com/b4M3trAEfT— Sahabat Rohingya (@ShbtRohingya) 26 Agustus 2017
Tragedi Rohingya ini sudah seharusnya bagi yang punya rasa kemanusiaan untuk mengecam. Bahkan Indonesia diminta untuk memboikot laga dengan Myanmar di SEA Games yang saat ini berlangsung di Malaysia.
Berikut salah satu seruan Boycot Myanmar yang disuarakan netizen:
"Boycot Myanmar... Save Rohingya"
by ERWIN
(1). Ditengah gegap gempita Sea Games yang sedang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, rasa kemanusiaan kita kembali terluka.
(2). Pesta olah raga yang sejatinya dimaksudkan untuk menggalang persahabatan antar negara-negara di kawasan, ternodai oleh ulah biadab tentara Myanmar yang kembali membantai etnis muslim Rohingya.
(3). Pemerintah dan tentara Myanmar sepertinya memang sengaja menunggu semua mata (kamera) tertuju ke Malaysia, sehingga derita etnis muslim Rohingya tertutupi dan tidak menjadi berita utama di televisi negara-negara se Asia Tenggara.
(4). Apalagi mereka yakin, akan (selalu) ada pembelaan terhadap aksi biadab mereka dari lisan-lisan yang akan mengatakan, "jangan campur adukan antara olah raga dengan politik."
(5). Malaysia, sebagai tuan rumah, harus protes keras. Indonesia, sebagai negeri muslim terbesar dunia, harus protes keras. Brunei, sebagai negara kaya, harus protes keras. Atas nama sportifitas, boycot semua pertandingan dengan atlet-atlet Myanmar. Demi rasa kemanusiaan.
(6). ASEAN harus mengkaji ulang prinsip "non-interference policy" (tidak turut campur) terhadap negara anggotanya. Untuk urusan politik dalam negeri, prinsip tsb bisa digunakan. Tapi tidak untuk persoalan HAM dan kemanusiaan, seperti tragedi Rohingya.
(7). Jika pemerintah Myanmar tidak mengubah sikapnya, saya berharap Indonesia berani memboikot laga perebutan medali perunggu cabang sepak bola vs Myanmar yang dijadwalkan hari Selasa ini (29/8/2017).
(8). Namun apabila laga tersebut tetap digelar, saya pribadi tidak akan menyaksikannya. Ini soal sikap.
(9). Apalah arti medali menggantung di leher ketika nurani terinjak-injak tanpa kepedulian. Karena kita manusia, bukan jangkrik aduan.
(10). Slogan 'mensana incorpore sano' (di dalam tubuh yg kuat terdapat jiwa yg sehat) menemukan ujiannya disini. Jika persoalan bendera terbalik mampu membuat anda berteriak lantang, tapi diam terhadap urusan yang menyangkut nyawa manusia, sudah cukup untuk menandakan sakitnya jiwa.