Oleh: Huda Jannat
(Wartawan The Quardian, Timteng)
BANYAK yang menyangka bahwa penyebab utama retaknya hubungan diplomasi antara Qatar dan Negara teluk lainnya adalah seperti apa yang diberitakan oleh media-media massa. Diantaranya dukungan Qatar bagi Ikhwanul Muslimin (IM), bersekutunya Qatar dan Iran dan pernyataan terakhir PM Qatar.
Dengan berat hati saya katakan bahwa penyebab sebenarnya bukanlah semata-mata seperti yang disebutkan di media massa dan media sosial. Apa yang telah beredar di semua media hanyalah pengalihan isu untuk menutupi penyebab sebenarnya.
Selamanya apabila ada krisis atau konfilk di ranah politik maka pasti penyebabnya adalah kepentingan ekonomi atau lebih tepatnya uang. Siapapun sepakat bahwa terputusnya hubungan antara Qatar dan Arab Saudi terjadi setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengunjungi Saudi dan dari kunjungan tersebut ia dapat “oleh-oleh” sebesar 500 milyar dolar AS.
Sebetulnya angka ini tidak benar, karena sebelum Trump mengunjungi Saudi ia meminta kepada tiga Negara teluk untuk iuran kurang lebih sebesar 1,5 triliun dolar AS (1.500 milyar dolar AS). Dan dirinyapun kembali meminta iuran tersebut di atas meja sebelum ia meninggalkan Riyadh.
Donald Trump adalah presiden yang berpikiran layaknya seorang cowboy atau pengembala sapi. Dia benar-benar yakin bahwa penghuni Negara-negara teluk baik itu pemerintah ataupun rakyatnya tak lebih dari seekor sapi yang memiliki harta banyak yang tak pantas ia miliki.
Trump –dengan segala kebencian saya kepadanya– ingin pulang ke negaranya dan dikantongnya ada angka yang sangat besar sebagai oleh-oleh bagi rakyatnya. Angka tersebut yang akan meningkatkan ekonomi Amerika Serikat. Dan Trumppun tahu bahwa yang menjadi kepentingan rakyatnya adalah pertumbuhan ekonomi negaranya.
Hal inilah yang disampaikan Trump melalui tweet terakhirnya, “Saya kembali kepada kalian dengan membawa ratusan milyar dolar dari Timur Tengah,” demikian tulisnya. Dengan pencapaian di bidang ekonomi yang belum pernah di capai oleh presiden sebelumnya selama empat bulan sejak ia berkuasa tersebut Donald Trump ingin membungkam oposisinya.
Bringing hundreds of billions of dollars back to the U.S.A. from the Middle East - which will mean JOBS, JOBS, JOBS!— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 27, 2017
Tiga Negara Teluk yang diharuskan memenuhi permintaan Donald Trump tadi adalah Qatar, Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi. Pertanyaannya, kenapa tiga negara tersebut yang diminta Trump untuk “iuran”? Tidak lain karena pangkalan meliter AS terbesar dan ribuan marinernya ada di tiga negara itu.
Terjadi kesepakatan antara ketiga Negara Teluk tadi untuk membayar “fidyah” -jika benar penggunaan kalimat tersebut, dan memang benar karena mereka membayar untuk mengamankan tahta kepala Negara mereka- kepada Trump.
Tetapi setelah itu Qatar menarik diri dari kesepakatan tersebut. Hal inilah yang membuat Saudi dan UEA marah dan mendorong mereka untuk balas dendam kepada Emir Qatar secara pribadi melalui pernyataan-pernyataan mereka dan dengan meretas (meng-hack) situs-situs berita milik pemerintah Qatar. Dilanjutkan dengan serangan-serangan informasi yang terus berlangsung hingga saat ini.
Ketiga Negara tadi tidak bisa mengungkapkan sebab yang sebenarnya yang ada dibalik konflik yang terjadi diantara mereka. Karena apabila diungkapkan maka hal ini akan membuat malu semuanya. Mereka akan malu karena angka satu triliun dolar AS adalah angka yang fantastis dan melebihi anggaran ketiga Negara apabila dijumlahkan. Dan jika angka tersebut diungkapkan ke publik maka akan menyebabkan matinya ekonomi ketiga negara. Bursa-bursa mereka akan jatuh secara dramatis, para investor dan orang kaya akan kehilangan kepercayaan mereka kemudian mereka akan membawa lari harta mereka ke luar. Hal ini sangat mengancam keamanan nasional masing-masing negara ditambah lagi masalah-masalah lain yang akan menimpa ketiga negara tersebut akibat dibayarnya sejumlah uang tadi kepada Presiden AS.
Hal lain yang menguatakan argumen ini adalah kemarahan Amerika Serikat terhadap Qatar yang tampak setelah Trump meninggalkan Riyadh.
Para politikus Amerika menyerang Qatar tanpa peringatan terlebih dahulu dan sebagian mereka mengancam akan memindahkan pangkalan meliternya yang ada di Doha ke Negara-negara teluk lainnya atau ke Yordania.
Qatar memang dikenal dengan anggarannya yang besar selain bantuan yang jumlahnya tidak sedikit yang diberikan kepada beberapa kelompok gerakan Islam, baik yang ada di Libya, Suriah, Mesir dan Iraq. Ditambah lagi dengan anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan beberapa stadion karena Qatar akan menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun 2022.
Qatar hanya berusaha untuk menipu dan bukan menolak. Hal inilah yang membuat Negara-negara arab tetangganya marah. Mereka merasa ditipu dan dihina oleh Emir Qatar sendiri. Serangan balasan mereka pun nampak menyakitkan tetapi dari sisi lain nampak gegabah sehingga membuat sebab yang sebenarnya memjadi kabur.
Memang tidak masuk akal bila seseorang meyakini bahwa UEA dan Arab Saudi mengetahui persekutuan antara Iran dan Qatar sejak tiga hari yang lalu atau meyakini bahwa UEA dan Arab Saudi mengetahui dukungan Qatar terhadap Ikhwanul Muslimin sejak satu atau dua bulan yang lalu. Kita tidak segampang itu meyakini bahwa konflik yang terjadi semata-mata disebabkan oleh koalisi Qatar-Iran.
Kita sepakat tentang hal ini (koalisi Qatar-Iran), pun Negara-negara teluk sudah benar-benar mengetahuinya dan bukan sesuatu yang baru bagi mereka. Jika tidak, kenapa mereka tidak marah kepada Emir Kuwait ketika dia menerima kunjungan Presiden Iran dan mengadakan acara penyambutan resmi sebagai ungkapan kegembiraannya atas kunjungan tersebut?
Dan juga kenapa mereka tidak marah kepada UEA yang nilai perdangangannya dengan Iran mencapai enam milyar dolar AS?
Kenapa mereka juga tidak marah kepada Kerajaan Oman yang merupakan sekutu strategis bagi Iran dan keduanya mempunyai hubungan yang sangat istimewa? Semua negara tersebut merupakan anggota Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk (GCC) dan tergabung dalam beberapa kesepakatan. Kenapa kemarahan itu hanya ditujukan kepada Qatar?
Inilah bukti yang paling besar bahwa peyebab sebenarnya bagi konflik antara ketiga negara sama sekali tidak terkait baik dengan Iran maupun dengan Ikhwanul Muslimin dan Hamas.
Tetapi konflik itu merupakan efek dari kemarahan terhadap Emir Qatar yang melanggar janjinya dan tidak membayar bagiannya kepada Presiden Amerika Serikat sebagaimana telah disepakati.
Hari ini Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar berdiskusi dengan Menlu Amerika mengenai konflik yang terjadi. Dan nampaknya krisis itupun akan segera berakhir. Tetapi solusinya tidak lain adalah bersedianya Qatar untuk membayar kepada Amerika dengan merendah seperti Negara lainnya (Arab Saudi & UEA) walaupun dengan mencicil sedikit-demi sedikit.
*Penulis adalah wartawan The Quardian. Artikel berbahasa Arab ini diterjemahkan Fadli Maskur (Hidayatullah)