(1). Ini adalah jumlah kursi partai-partai di DPR. Diurut dari yg terbesar hingga terkecil. PDIP=109, Golkar=91, Gerindra=73, Demokrat=61, PAN=49, PKB=47, PKS=40, PPP=39, Nasdem=35, Hanura=16. Total 560 kursi.
(2). Pada perdebatan besaran PT di RUU Pemilu kemarin, kubu Opsi-A (syarat PT 20%) : PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura. Total 337 kursi. Sedangkan kubu Opsi-B (syarat PT 0%) : Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat. Total 223 kursi.
(3). Jika hadir semua, diatas kertas kubu Opsi-A jelas menang apabila dilakukan voting (terbuka). Tapi sblm voting dilakukan, ada kesempatan lobi. Disinilah letak kemampuan lobi diuji.
(4). Andai bisa men"shibgoh" dua fraksi, PPP dan PKB misalnya, tentu cerita akan lain. Tapi kalau kemampuan lobi lemah, apalagi memang tidak punya "tawaran" menarik, ya... begini hasilnya. Akui saja ini kelemahan.
(5). Sidang paripurna ibarat medan tempur. Apapun bisa terjadi. Menang-kalah adalah hal biasa di arena demokrasi. Kita sering menuntut pihak lain utk legowo jika kalah; tapi kalau kita yg kalah, kemana legowo itu?
(6). Ketika sudah masuk ruang paripurna, berjuanglah hingga tetes darah terakhir. Apapun hasilnya. Gak perlu 'mundur' meski merasa akan kalah. Bukankah bagi para ksatria, kalah di medan tempur lebih terhormat ketimbang meninggalkan medan laga? Awas baper.
(7). Ada perbedaan rasa yg jelas antara kalah setelah melakukan perlawanan dgn kalah krn membiarkan musuh menang.
(8). Sekali lagi... Pada sidang paripurna kemarin, yg memilih Opsi-A adalah PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. Tapi kenapa seorang Fahri Hamzah (FH), yg memilih Opsi B, yg dihujat? Ada apa? Dendam lama? Upss...
(9). "Seharusnya FH ikut WO, agar sidang tidak bisa dilanjutkan", begitu suara-suara kerdil yg riuh di sosmed. Termasuk di status saya kemarin soal Al-Aqsa. (Kirain cuma ahokers doang yg sering gak nyambung). :D
(10). Buat saya... inilah bedanya seorang politisi dgn negarawan. Beda kelas. Politisi hanya memikirkan kepentingannya, sedangkan negarawan memikirkan nasib negaranya.
(11). Jika FH ikut WO, maka sidang menjadi deadlock, krn sesuai UU harus ada 2 pimpinan sidang di setiap pengambilan keputusan. Sidang pasti akan ditunda hingga terpenuhi syarat tsb. Sampai kapan? Gak jelas. Krn masing2 kubu sudah 'kekeuh' dgn pilihannya. Padahal pemilu 2019 sudah didepan mata, dan butuh kejelasan UU sbg landasan pelaksanaannya.
(12). Perbedaan lain antara politisi dgn negarawan dpt dilihat dari konsistensinya. Saya sebenarnya gak mau membongkar file lama, tapi karena serangan kepada FH sudah keterlaluan, maka kebenaran harus diperlihatkan. Meski pahit.
(13). Soal syarat PT 0%, FH sudah jauh-jauh hari mendukungnya.
http://news.okezone.com/read/2017/05/08/337/1686151/presidential-threshold-0-fahri-hamzah-itu-positif
(14). Sedangkan partai yg kadernya banyak mencaci FH, awalnya mendukung PT 20-25%. Ini kan mencla mencle namanya. Nih link dari sumber resmi. Biar gak dibilang hoax.
http://pks.id/content/fpks-berharap-pemilu-2019-lebih-berkualitas-dan-demokratis
(15). Kembali ke soal RUU Pemilu kemarin. Jika RUU ini gagal disahkan, bukankah ini menjadi celah bagi pemerintah utk mengeluarkan Perppu dgn alasan kekosongan hukum? CMIIW.
(16). Sebab Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, khususnya Pasal 3 ayat 5, Pasal 12 ayat 1 dan 2, Pasal 14 ayat ayat 2, dan Pasal 112 sudah dibatalkan melalui putusan MK nomor 14/PPU-XI/2013.
(17). Maka mempercepat pengesahan RUU kemarin adalah langkah strategis, mengingat kubu Opsi-B memang lemah secara kalkulasi dan bargaining politik. (Lihat kembali point 2).
(18). Dengan sudah disahkannya RUU tsb menjadi Undang-undang, maka ada kesempatan untuk SEGERA diajukan Judicial Review (JR) ke MK. Semakin lama disahkan, krn deadlock misalnya, maka semakin lama juga pengajuan JR-nya.
(19). Ini namanya berfikir taktis. Ketika kita kalah di satu medan tempur (politik), segera pindah dan persiapkan kekuatan di medan tempur lainnya (hukum). Alhamdulillah Prof. Yusril siap memimpin pertempuran di ranah hukum ini.
(20). Bukankah doktrin agama mengajarkan "faidza faraghta, fanshab". Ini gak mungkin dipahami oleh hati yg berisi kebencian dan otak yg panas.
by Erwin (Kader Depok)
Gak pake nama samaran.😘
Siap2 dibully emak2 judes 😂
___
NB:
JIKAPUN KALAH DI MK, MAKA MASIH TETAP BISA BERLAGA DI PILPRES 2019 UNTUK MELAWAN DAN MENUMBANGKAN REZIM JKW.
Koalisi PKS (40 KURSI) + GERINDRA (73 KURSI) = 113 KURSI setara 20,18% CUKUP UNTUK AJUKAN PASANGAN. Apalagi kalau ditambah PAN. Kalo PD jangan diharap.
Hidayat Nur Wahid: PKS Siap Gandeng Gerindra di Pilpres 2019
"Karena PKS dengan Gerindra aja udah lebih 20 persen," kata Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).
Link: https://news.detik.com/berita/d-3568719/uu-pemilu-disahkan-pks-siap-gandeng-gerindra-di-pilpres-2019
KALO INI TERJADI... MAKA INI MALAH AKAN SERU KARENA PERTARUNGANNYA MIRIP KUBU PILKADA DKI 2017.
Dan insya Allah akan diberikan KEMENANGAN sebagaimana PILKADA DKI.
Aamiin..