Blokir Telegram vs #BlokirJokowi
Oleh: Ismail Fahmi, PhD
(Social Network Analysis)
Tidak pakai lama, setelah isu blokir Telegram ramai dibicarakan, mulai kemaren muncul ajakan #BlokirJokowi di Twitter. Dan per hari ini, volume ajakan BlokirJokowi melewati volume percakapan tentang blokir Telegram.
Grafik PF (Popularity-Favorability) kemaren dan hari ini juga jelas memeperlihatkan perubahan ini. Kemaren, popularity dari 'blokir telegram' masih di atas BlokirJokowi, dengan tingkat favorability yang sedikit lebih baik. Namun hari ini (16 Juli 2017), popularity BlokirJokowi berada di atas, dan favorability yang rendah (sentimen negatif).
Ada aksi, ada reaksi.
Opini pribadi:
Kalau dilihat dari goal pemblokiran ini, saya kira ini seperti gertak sambal dari pemerintah kepada Telegram. Mungkin dengan gertakan ini, membuat Telegram mau merespon request dari pemerintah yang selama ini dicuekin. Dilihat dari sisi ini, saya kira goal tersebut berhasil. Telegram telah meresponse dan bersedia bekerjasama secara langsung dengan pemerintah.
Namun, disisi komunikasi publik, saya kira pemerintah gagal total. Tampak pemerintah tidak memepertimbahkan mereka yang terdampak jauh lebih banyak dari kalangan usahawan, startup, bisnis, profesional, dll yang positif. Akibatnya, serangan balik dari publik kepada pemerintah memiliki magnitude yang lebih besar. Belum lagi kekuatan pasukan komunikasi dari pemerintah yang lemah, seolah kritikan publik ini tak mendapat jawaban sama sekali.
Di masa mendatang, sebaiknya jangan menggunakan strategi seperti ini. Kesulitan berkomunikasi dengna pihak luar, publik dalam negeri yang dikorbankan. Yang rugi ya pemerintah sendiri. Sentimen dan serangan balik ke pemerintah malah makin kuat.
__
Sumber: fb penulis