[PORTAL-ISLAM.ID] Sebuah kabar -yang tidak terlalu mengejutkan- datang dari Pemerintah terkait keberadaan Freeport di Indonesia.
Kabar ini bisa diartikan sebagai kado manis dari Indonesia untuk peringatan ulang tahun kemerdekaan Amerika yang jatuh tepat pada hari ini, 4 Juli.
Pada bulan Februari 2017 lalu, Joko Widodo sempat menggertak bakal turun tangan langsung apabila PT Freeport Indonesia sulit diajak berunding dan bekerja sama dengan pemerintah. Jokowi menekankan, pemerintah selama ini mencarikan solusi yang baik bagi kedua pihak.
"Karena ini urusan bisnis, saya serahkan kepada menteri. Tapi kalau memang sulit diajak musyawarah dan sulit diajak berunding, saya akan bersikap," kata Jokowi di Cibubur, Kamis, 23 Februari 2017, seperti dirilis CNN.
Hubungan pemerintah dan Freeport menghangat sejak dibuat aturan perusahaan yang ingin tetap mengekspor mineral harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK).
Freeport keberatan dengan hal itu. Poin lain yang dipermasalahkan Freeport adalah kewajiban pemegang IUPK untuk divestasi hingga 51 persen. Aturan ini menyebabkan kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka.
Dua hal tersebut setidaknya disebut-sebut menjadi dasar rencana anak perusahaan Freeport McMoran Inc. menggugat pemerintah ke peradilan internasional atau arbitrase.
Para pendukung Jokowi pun saat itu langsung bersorak sorai memuji ketegasan Jokowi dan sempat mencela barisan oposisi.
Hari ini, gertakan Jokowi terbukti bagai auman macan ompong.
Dikabarkan oleh TeropongSenayan dan TEMPO, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyetujui perpanjangan izin operasi dan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Papua. Persetujuan itu disampaikan dalam rapat di kantor Kementerian Keuangan yang dihadiri sejumlah menteri terkait hari ini, Selasa, 4 Juli 2017.
Tak bisa dipungkiri, keberhasilan Freeport mempecundangi indonesia ini tak lepas dari peran mantan menteri ESDM Archandra Tahar yang kini menjabat sebagai Wamen ESDM.
Dikutip dari RMOL, perpanjangan izin ini akhirnya menjadi bukti kemenangan sempurna bagi Freeport.
Negara akhirnya kalah dalam segala hal. Freeport bebas ekspor mineral mentah, Kontrak Karya tetap berlaku untuk kepastian investasi, namun IUPK diterbitkan untuk mengakali dan mensiasati UU MINERBA No 4 Tahun 2009 agar Freeport bebas ekspor mineral.
Freeport memenangkan pertarungan dan kita tetap menjadi bangsa bodoh yang pemerintahnya pandai mengakali aturan yang ada.
Perpanjangan ini semakin menjelaskan adanya kepentingan luar biasa besar dalam kepastian masa depan Freeport ini. Berulang kali pemerintah bicara tentang divestasi saham hingga 51%, terdengar heroik dan nasionalis.
Padahal disini masalahnya besar luar biasa. Kita tidak punya kemampuan finansial untuk membeli divestasi 51%, lantas dari mana sumber dana penerintah membelinya? Inipun tidak jelas. Mungkin pemerintah sudah mengantongi calon pembeli. Disini letak masalahnya, para broker dan mafia akan gentayangan.
Mengandalkan BUMN kita untuk divestasi? Sepertinya tidak ada BUMN kita yang mampu. 51% divestasi setelah sekarang baru hampir 10% yang kita kuasai, artinya ada 41% yang harus dibayar dengan perkiraan nilai setidaknya akan ditawarkan Freeport sebesar 7 hingga 8 Milliar Dollar.
Terbukti bahwa divestasi tahap kedua yang ditawarkan Freeport tahun lalu sebesar 10% hingga kini tidak jelas apakah bangsa ini akan membeli divestai tersebut atau tidak.
Entah untuk apa pemerintah selalu mengampanyekan divestasi 51%, padahal bukan itu fokus yang harus diurus dengan Freeport. Jika Freeport tidak kita perpajang pasca 2021, bukankah Freeport itu kembali ke kita dan kita dapat 100% tanpa perlu divestasi? Lantas mengapa harus mengeluarkan uang besar untuk 51% jika kita bisa dapat 100% dengan gratis? Tinggal kita yang mengelola secara utuh dan mandiri.
Pemerintah telah salah dan berpura-pura nasionalis. Pemberian IUPK dan sekaligus Kontrak Karya masih berjalan adalah bentuk pelanggaran serius. IUPK diberikan agar ekspor mineral bebas, dan Kontrak Karya berlaku demi kepastian investasi. Aturan mana yang membenarkan berlakunya kedua aturan tersebut secara bersama-sama? Padahal PP No 1 tahun 2017 itu adalah produk pemerintah, UU no 4 tahun 2009 adalah produk negara, tapi semua dilecehkan oleh Pemerintah, tanpa rasa bersalah sedikitpun!
--------
Menanggapi kekalahan telak Indonesia dari Freeport, berikut kicauan netizen.
& lagi Bangsa ini dipecundangi Mamarika— Kireina (@Umnia77) July 4, 2017
Salute utk ketegasan Pak @jokowi soal freeport ini !#hey2 https://t.co/d8DyM8u3UU
— FERDINAND H HAEAN (@RevolusiNKRI) July 4, 2017
haha,,, Lambe,,, dan hanya Lambe cebong gasah dicaya— Priyo (@Kuncoro_Jakti) July 4, 2017
Bani taplak semua teriak bangga kepada Jokowi krn berani tegas kepada Freeport— BoikotTehBotol (@Ndon08) July 4, 2017
Hari ini, pemerintah Jokowi justru perpanjang ijin Freeport
Saat 2015 kontrak diperpanjang s/d 2021 (setelah skandal "papa minta saham") pun, semua sudah teriak. Sekarang malah tambah 20 tahun lagi.— #KataNalar (@ZAEffendy) July 4, 2017
CATATAN:
Setelah pernyataannya dikutip sebagian besar media, pihak Kementerian ESDM membantah berita yang dirilis TEMPO (dan sebagian besar media lain) terkait sikap kementerian ESDM tentang perpanjangan izin PT Freeport.
Berikut klarifikasinya:
Berikut link klarifikasi TEMPO: https://m.tempo.co/read/news/2017/07/04/090888830/pemerintah-belum-putuskan-soal-perpanjangan-kontrak-freeport