"PANGLIMA TNI"
Yang saya kagumi dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo adalah ketawadhu'annya (rendah hatinya). Sama sekali tidak nampak wajah sangar dan garang sebagaimana citra militer pada zaman perang. Beliau lembut tersenyum ramah kepada masyarakat. Beliau santun dan begitu sabar melayani masyarakat yang ingin bersalaman dan berfoto bersama.
Ketika beliau naik ke mimbar, yang pertama beliau sampaikan adalah, "Saya tidak pantas berdiri di sini. Bukan saya yang harus memberikan nasehat, tapi Pak Gubernur (Maluku Utara). Saya lebih pantas dinasehati. Tapi, karena beliau menyuruh saya naik, ya saya naik. Saya taat kepada beliau. Saya hanyalah santri (sedangkan Pak Gubernur adalah Kiai, KH Abdul Gani Kasuba, Lc.)."
Ketika panitia memberikan kode bahwa durasi beliau di mimbar sudah cukup, beliau tidak berpanjang-panjang menyampaikan penutup kalimat. Beliau dengan elegan bersegera mengakhiri kalimatnya dan turun dari mimbar. Dalam pandangan saya, sikap seperti itu cermin jiwa ksatria yang terhormat. Bukan karena jabatan beliau lantas berlama-lama berdiri di mimbar, tapi beliau menaati jadwal dan aturan panitia. Salut!
"Jauh sebelum adanya Sumpah Pemuda, jauh sebelum bangsa ini merdeka, anak-anak bangsa ini dididik oleh para kiai. Para kiai dan santri itulah yang berjuang memerdekakan bangsa ini, bukan TNI! Karena saat itu TNI belum lahir. Marilah kita memahami sejarah bangsa, khususnya sejarah jauh sebelum bangsa ini merdeka," papar Panglima TNI.
Gemuruh Takbir membahana memenuhi Masjid Raya Al-Munawwar malam ini menyambut tausiyah-tausiyah dahsyat Sang Panglima.
"Tahukah Saudara siapa Jenderal Soedirman? Beliau adalah santri. Lalu beliau bekerja menjadi guru dan kemudian menjadi kepala sekolah. Maka tak heran kalau sebagian orang memanggil beliau Pak Dir, sebagian lainnya memanggil beliau Kiai. Kiai Soedirman.
Beliau sangat sholeh. Ketika beliau bergerilya ke hutan, beliau tidak pernah berhenti dari dzikir. Ketika ada tentara Belanda memburu beliau, salah seorang pengkhianat menunjukkan keberadaan Jenderal Soedirman, tapi si Belanda tidak percaya, 'Tidak mungkin Soedirman seperti ini. Soedirman yang aku cari bukan seperti ini,' kata tentara Belanda itu. Sering sekali kejadian seperti itu menimpa Jenderal Soedirman.
Sampai kemudian salah seorang pengikut beliau bertanya. 'Pak kiai (Jenderal Soedirman).. Pak Kiai itu pake jimat apa kok selalu lolos dari sergapan Belanda. Ketika diberondong peluru Pak Kiai juga selamat. Apa jimatnya Pak Kiai?' tanya pengikut beliau. Dijawab Jenderal Soedirman, 'Kamu mau tau jimatku? Kamu tau air kendi yang selalu aku bawa ini? Jimat pertamaku, aku selalu dalam keadaan suci. 24 jam setiap hari aku menjaga wudhu. Kalau batal aku langsung wudhu lagi. Jimat keduaku, aku menjaga sholatku. Jimat ketigaku, aku berjuang hanya untuk negara dan bangsa ini tanpa pernah secuil pun memikirkan diriku pribadi.' Jenderal Soedirman itu tidak pernah mengeluh. Jenderal Soedirman tidak pernah marah. Pemimpin pertama tentara Indonesia adalah seorang ulama, Kiai, Jenderal Soedirman," cerita Panglima TNI.
"Islam di Indonesia ini rahmatan lil 'alamin. Islamnya sangat damai. Seperti itulah Islam sejak dulu sampai hari ini. Ketika kemarin ada Aksi 212, saya tidak menduga bakal sedamai itu. Orang sebanyak itu ketika bubar bisa tertib dan tidak meninggalkan sampah. Saya kadang bertanya-tanya apakah mereka itu manusia," gumam Sang Panglima.
"Saudaraku, dulu perjuangan kita mudah dikalahkan penjajah karena kita berjuang sendiri-sendiri. Karena itu kita harus bersatu. Ternate dan Tidore ini perjuangannya sejak dulu sudah tidak diragukan lagi. Kita mewarisi darah pejuang itu!" pekiknya.
ALLAHU AKBAR.
Negeri Para Raja (Jazirah al-Mamluk/Maluku),
07 Juni 2017 (14 Ramadhan 1438 H)
(by Shiddiq Gandhi)