Titik Pandang tentang Arab Teluk Terkini
(Direktur eksekutif MaCDIS Madani Center for Development and International Studies / Pemerhati Politik Internasional)
1. Saudi di era Raja Salman sudah demikian positif galang aliansi negara-negara Arab, pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar bila dilanjutkan akan membuat semua persepsi sebagai pemimpin Dunia Arab sirna. Meski, dapat dipahami posisi sebagai tuan rumah dari dua tanah suci juga mengharuskan kehati-hatian terhadap isu keamanan tertentu, namun jangan justru mengurangi kewibawaan dirinya sendiri secara jangka panjang.
2. Harapan kebersamaan dalam perjuangan isu Kemerdekaan, Perdamaian, dan Kemanusiaan, semisal Palestina juga akan jauh melemah -apalagi dengan memutus negara yg besar keberpihakannya dengan salah satu faksi terbesar Palestina, Hamas, sementara mayoritas dunia memercayai rekonsiliasi dua faksi adalah pangkal solusi berikut 2 state solution. Kini Israel lah yang secara eksplisit happy, direktur Think Tank di Jeddah menjadi WN Saudi pertama yang diundang di salah satu TV Israel.
3. Kunjungan Presiden Trump di KTT Arab Islam dan Amerika Serikat tidak terhindarkan menjadi faktor utama kebijakan ini. Akan tetapi, gedung putih via Menlu punya interpretasi berbeda dengan cara Saudi agar lebih memilih dialog, usulan sama dengan beberapa negara Eropa lain. Agenda perangi ISIS juga akan terganggu karena adanya pangkalan AS, Al Udaid AirBase di Doha Qatar yang secara geostrategis mewah.
4. Turki juga berkepentingan, karenanya cekatan berkomunikasi dengan Rusia dan beberap negara Arab Teluk/GCC. Selain karena in-line (segaris) dalam banyak arah polugri (politik luar negeri) dengan Qatar, Turki juga punya kerjasama ekonomi sangat besar terutama menyongsong Piala Dunia 2022. Qatar pula yang selama ini sangat moderat - terbuka, dan potensial sebagai broker perebutan pengaruh aktor besar kawasan demi menghindari instabilitas kawasan. Inisiasi ide dari negara miskin di Afrika Utara yang masih sangat bermasalah secara domestik seperti Mesir musti dipertimbangkan berulang kali, karena dapat mengimpor persoalan ke negara lain di kawasan yang sangat kontraproduktif. (Mesir yang pertama kali menuding terorisme pada Qatar dan membawa ke PBB -red)
5. Indonesia harus menjaga netralitas, dalam kebijakan luar negeri. Sektor apapun penting melibatkan Kemlu RI dalam pembahasan terkait perkembangan terbaru. Jangan sampai ikut-ikutan misalnya- mencabut lisensi maskapai Qatar, karena respon sebaliknya dari Qatar akan berpotensi merugikan WNI kita di sana.
Dampak ekonomi perdagangan dan perlindungan warga negara Indonesia di Qatar:
1. Dijadikannya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 diantaranya karena negara ini memiliki fasilitas memadai, damai, minim kriminalitas, sangat rendah tingkat pengangguran, terorisme, dan bencana alam. Qatar negara kaya yang setara dengan Luxemburg, Swiss, Norway, dengan GDP per kapita 74,667 USD per orang. Qatar juga pengekspor gas alam cair terbesar 30 persen persediaan dunia. Namun, akibat pemutusan hub ini indeks harga saham jatuh dari angka 9.923,6 menjadi 9.151. Sektor real estate terparah turun 9,9 % pukul 16.32 WIB. Sektor paling terpukul adalah penerbangan dan pasokan makanan dan kebutuhan sehari-hari
2. Pemutusan hub diplomatik dengan Qatar adalah tindak lanjut agenda kontra terorisme dalam kunjungan Trump ke Saudi. Tentu ini demonisasi citra Qatar.
3. Perdagangan Indonesia Qatar mencapai 915 juta dolar. Namun ekspor Indonesia ke Qatar hanya 57 juta dolar sedangkan impor dari Qatar ke Indonesia mencapai 857 juta dolar.
4. Segala kebijakan terkait urusan Luar Negeri sebagai dampak pemutusan hub diplomatik terhadap Qatar, harus ada koordinasi lintas Kementrian dengan Kemlu sebagai leading sector mengingat jumlah WNI di Qatar yang mencapai 40.000 jiwa. Selain itu juga banyak WNI yang menggunakan pesawat Qatar untuk melakukan ibadah umroh perlu diperhatikan nasibnya.