[PORTAL-ISLAM] Sebuah catatan lawas yang ditulis jurnalis veteran Derek Manangka pada tanggal 25 Oktober 2016 mendadak viral di ruang percakapan pribadi beberapa jurnalis.
Dengan sangat tajam, Derek mengkritisi keberadaan KPK sebagai lembaga anti rasuah yang dipimpin oleh seorang Ketua yang diduga terlibat dalam mega skandal korupsi KTP elektronik.
Tulisan lawas ini kembali menyeruak sebagai bahan perenungan pasca serangkaian serangan KPK kepada sosok Amien Rais, politisi senior yang belakangan banyak mengkritisi pemerintah dan mengecam reklamasi Teluk Jakarta.
Macetnya pengusutan kasus e-KTP telah membuat tanya banyak pihak. Meski demikian, KPK terkesan abai dan tetap lebih fokus mengorek Amien Rais
Berikut kutipan tulisan lawas Derek Manangka
Sudah lama KPK diragukan manfaatnya. Bukan berarti tidak setuju korupsi diberantas. Tapi pemberantasan korupsi sebetulnya tidak harus membentuk lembaga baru seperti KPK.
Muncul kabar baru bahwa Ketua KPK saat ini Agus Rahardjo terlibat korupsi dalam kasus e-KTP.
Tidak tanggung-tanggung yang mengungkapkan hal ini yaitu seorang Gamawan Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri di era pemerintahan SBY.
Apa reaksi pimpinan KPK atas tudingan Gamawan Fauzi?
Diam dan tak bersuara.
Ini artinya apa? Bisa jadi tuduhan bahwa Agus Rahardjo seorang koruptor, benar adanya.
Mestinya kalau Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK merasa tidak terlibat praktek korupsi, jangankan dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24 jam, Agus Rahardjo sudah harus memberi klarifikasi, membantah Gamawan Fauzi.
Bahkan bila perlu Ketua KPK ini menuntut Gamawan Fauzi ke pengadilan, karena pengungkapannya itu sudah merupakan pencemaran nama baik.
Gamawan Fauzi sendiri tidak hanya menyebut Agus Rahardjo yang ketika terlibat dalam korupsi pembuatan E-KTP itu menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah.
Eks Mendagri itu juga menyebut Agus Martowadoyo, eks Menteri Keuangan sebagai sosok yang itu terlibat ketika proyek E-KTP tersebut diluncurkan.
Nah tudingan terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo semestinya tidak didiamkan. Bahkan kalau perlu KPK sendiri yang menyidik Ketua-nya.
Sebaliknya kalau Agus Rahardjo punya jiwa sportif, dia harus menyatakan mundur dari KPK baik sebagai anggota maupun sekaligus sebagai pimpinan.
Selama Agus Rahardjo bertahan, hal ini sama dengan tambah menjadikan KPK sebagai lembaga yang tidak layak eksis di Indonesia.
JIka Agus Rahardjo terus bertahan, conflik of interest tak terhindarkan. Lembaga KPK sendiri semakin digembosi oleh pengurusnya sendiri.
Sebab akan sangat janggal dan makin menimbulkan antipati terhadap KPK, kalau Ketua KPK sudah disebut terlibat korupsi tapi pura pura tidak mendengar. Atau menganggap tuduhan Gamawan Fauzi hanya sebuah berita hoax.
Kalau pimpinan KPK saat ini masih punya integritas, sepatutnya semua anggota dan pimpinan KPK saat ini harus bersedia demisioner.
Akan terasa sangat tidak adil dan tidak mendidik, apabila Ketua KPK sudah dituduh terlibat korupsi dalam proyek senilai Rp. 5,8triliun, malah masih terus melakukan penangkapan.
Apalagi yang ditangkap atau yang dijadikan tersangka hanya mereka yang kasusnya cuma bernilai puluhan juta atau milyaran rupiah.
KPK harus segera menghentikan kegiatan menangkap koruptor dan menjadikan tersangka siapa saja – sepanjang KPK tidak bisa membersihkan dirinya sendiri lebih dahulu.
Ingat rakyat membisu, bukan berarti takut dan tak peduli. (Tulisan selengkapnya bisa dibaca di sini).
Jangan jadikan KPK sebagai alat penguasa.