BOY SADIKIN
Boy Sadikin memilih to fight a bloody and unpopular duel karena dia percaya Ahok mesti ditumbangkan. Boy was right.
Just like Noah, dengan perahu menyelamatkan keluarganya dari banjir. Pilihan politik Boy Sadikin selamatkan Jakarta dari amukan brutal Ahok.
Seringkali, keputusan terbaik tidak popular. Boy Sadikin mesti resign dari partainya. Dia punya dignity. Berani. Karakter moralnya diuji. Dan dia keluar sebagai pemenang. Salute.
Seperti kata Margaret Chase Smith, "The right way is not always popular and easy way. Standing for the right when it is unpopular is a true test of moral character."
Saya, dan mungkin juga Boy Sadikin, adalah salah satu orang yang keberatan bila Ahok disama-samakan dengan Ali Sadikin.
Bang Ali tegas, keras, disiplin tapi dicintai. Anak buahnya banyak yang jadi "orang". Misalnya, AM Fatwa (Wakil Ketua DPR-RI), Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan) dan Foke (yang pernah kena damprat, sukses jadi Gubernur DKI). Dengan anggaran minim, Bang Ali ubah Jakarta. Taman Ismail Marzuki, Ancol, Ragunan Zoo adalah beberapa legacy Ali Sadikin.
Sementara Ahok diketahui gemar mempermalukan anak buah. Dia pasang "anak magang" menjadi mata-mata birokrasi. Ahok bengis ke bawah, tapi tumpul ke atas. Dia caci-maki seorang single-mom sebagai "maling" KJP. Sedangkan keberpihakan Bang Ali kepada rakyat. Ngga pernah caci-maki rakyat. Dia pernah menampar boss kontraktor karena kerja asal-asalan.
Today, 17 Juni 2017, saya ketemu Boy Sadikin. Dia anak pertama Letnan Jenderal KKO Ali Sadikin. It is my honor to meet him. Dia punya karakter. Dialah salah satu faktor kunci kemenangan Anies-Sandi. Jasanya besar sekali.
Menurutnya, "The war is not over yet". Anies-Sandi akan digempur abis-abisan. Sehingga soliditas, kohesi dan tim kuat amat dibutuhkan.
(by Zeng Wei Jian)