[PORTAL-ISLAM.ID] Media ternama Singapura, The Straits Times, melansir laporan tentang tindakan aparat Pemerintah Indonesia yang memata-matai masjid di Jakarta untuk melawan apa yang disebut "radikalisi". Aparat yang dikerahkan ditugaskan untuk mencari tahu siapa yang mengelola masjid dan materi apa yang disebarkan.
Dalam laporannya, media Singapura ini mengutip seorang aparat pemerintah yang berbicara dalam kondisi anonim. Laporan yang diterbitkan 17 Juni 2017 ini mengangkat judul; “Indonesia steps up mosque surveillance”.
Link: http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-steps-up-mosque-surveillance
Aparat yang jadi sumber itu mengatakan bahwa tim mereka telah menemukan fakta yang mengkhawatirkan, di mana beberapa masjid di kawasan jalan utama Thamrin dan Sudirman di Kota Jakarta pusat dijalankan oleh staf “kerah putih” yang radikal. Masjid-masjid itu dekat dengan Istana Kepresidenan.
Tak hanya di Jakarta, masjid di kantor pemerintah dan masjid di sekolah teknik papan atas di Bandung, Jawa Barat, juga disebut telah dikelola oleh kelompok radikal. Pemerintah sekarang akan dengan tegas mendorong pemilik bangunan untuk mendepak pengasuh masjid yang digunakan kelompok.
"Typically, these mosques were rarely frequented - as we say the least 'makmur' mosques - so dedicated, radical Muslims were moved and began to dominate their day-to-day running and assumed the caretaker's role."
“Biasanya, masjid-masjid (yang dikuasi "radikal") ini awalnnya jarang dikunjungi—masjid yang tidak ‘makmur’—lalu dengan penuh dedikasi, Muslim radikal mulai mengisi dan mendominasi pelaksanaan ibadah sehari-hari dan akhirnya mengendalikan,” kata sumber yang dikutip The Straits Times.
Masih menurut sumber tersebut, pengurus masjid yang beberapa di antaranya lulusan universitas mengundang para pengkhotbah garis keras untuk menyampaikan khotbah.
Dalam laporannya, The Straits Times juga mengutip pernyataan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, yang pernah mengatakan kepada wartawan pada tanggal 23 Mei 207 bahwa radikalisme telah menyebar ke masjid di sejumlah universitas terkemuka di Jakarta. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan tindakan yang mendesak untuk mencegah hal itu.
Pemimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia ini juga meminta pemerintah lebih aktif dalam melawan penyebaran radikalisme di media sosial. Dia mengaku sering memperhatikan khotbah provokatif yang dimuat di Facebook yang menyimpang dari ajaran Islam.
Said Aqil sampai menyatakan "Melihat Film Porno Lebih Baik Dari Pada Menonton Ceramah Provokatif".
Laporan The Straits Times menemukan korelasi dengan apa yang terjadi Cirebon Ahad (18/6) kemarin, dimana aparat membubarkan pengajian bahkan masjid dikepung dan panitia serta ustadz nara sumber dibawa ke kantor Polres Cirebon kota.
(Baca: [BREAKING NEWS] APARAT BUBARKAN Acara Ustadz Bernard A Jabbar Yang Diadakan Forum Alumni 212 di Cirebon)
Miris... Umat Islam seakan tamu di negerinya sendiri. Padahal negeri ini merdeka dengan pekikan Takbir dan "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa".
Dulu Umat Islam juga dijuluki "Radikal" oleh penjajah.
(Baca: Kaum "RADIKAL" dan "MUSLIM FANATIK" Itu Musuhnya PENJAJAH)