[PORTAL-ISLAM] Berita utama sebuah koran cetak yang beredar di Jawa Tengah hari ini, Senin 29 Mei 2017 cukup menarik perhatian.
Headline tersebut berjudul "Pesta di Semarang Juga Pakai Striptis".
Headline ini sedikit berbeda dengan versi daring (online) nya. Pada versi online, headline terlihat lebih atraktif dan berani:
"TERNYATA Pesta Gay di Semarang Juga Pakai Striptis".
Yang menarik dari artikel ini adalah upaya media tersebut untuk membingkai bahwa proses penggrebekan pesta gay di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, baru-baru ini, sebagai tindakan tak lazim dan janggal. Melalui pelaku hubungan sesama jenis yang dijadikan narasumber, media ini juga ingin memaksakan opini bahwa dalam penggrebekkan oleh polisi di Jakarta, baru-baru ini, terjadi unsur pemaksaan berupa penelanjangan para pelaku.
Media ini bahkan ingin mengesankan bahwa perilaku gay bukanlah sebuah abnormalitas karena bisa terjadi pada siapa pun. Bahkan, menurut narasumber tersebut, ada polisi dan anggota dewan yang juga merupakan pelaku hubungan sesama jenis.
Narasumber yang berasal dari kota Semarang menegaskan bahwa pesta seks sesama jenis di Semarang juga menggunakan stripper (penari telanjang), sama seperti di Jakarta dan Surabaya.
Berita
Upaya melumrahkan hal ini jelas tidak biaa dipandang sebelah mata. Adanya pesta seks sejenis yang dilazimkan jelas bukan sebuah upaya memperjuangkan Hak Asasi Manusia seperti yang selama ini digembar-gemborkan kaum liberalis.
Perayaan kemaksiatan seperti pesta gay dengan mengundang stripper (penari striptease) bukanlah perayaan cinta. Ini perayaan kemaksiatan!!
Dengan situasi kota berisikan pemuja kemaksiatan, tak heran bila keberadaan Front Pembela Islam begitu ditentang di kota ini.
Publik tentu belum lupa, ketika pertengahan April lalu, sejumlah ormas dan polisi dengan begitu semangat membubarkan pendirian FPI Semarang.
Namun, tak terdengar semangat, teriakan dan bentakan yang sama diberikan oleh ormas Patriot Garuda Nusantara yang pernah dengan penuh semangat mengusir FPI, kepada komunitas gay yang merayakan maksiat melalui pesta dengan mengundang stripper.
Mereka merasa terganggu dengan FPI tetapi adem ayem dengan pesta maksiat. Mereka tuding dan hina Habib Rizieq dengan kata-kata mesum dan cabul, namun mereka tutup mata dan telinga akan kemaksiatan yang terjadi di depan mata mereka.
Maka benarlah kata sesepuh Katolik Bapak Antonius Boediono kemarin. "Mereka yang kepentingan maksiatnya terganggu akan membenci FPI"