(Sidang Isbat Penentuan 1 Ramadhan 1437 H/2016)
[PORTAL-ISLAM] JAKARTA - Pemerintah disarankan menghapus tradisi sidang Isbat penentuan 1 Ramadan dan 1 Syawal di Indonesia. Alasannya sidang isbat yang dilakukan Kementerian Agama layak dikaji keberadaannya sesuai perkembangan zaman termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang astronomi dan ilmu falaq. Selain itu sidang dan proses Isbat yang menelan biaya besar bisa digunakan untuk kemaslahatan yang lain.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR asal Fraksi Gerindra, DR. Ir. H. Sodik Mudjahid, M. Sc.
"Dengan kemajuan iptek ini maka sesungguhnya penetapan kalender Hijriah (dalam Islam), termasuk di dalamnya penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, sudah bisa dilaksanakan dengan akurat puluhan tahun sebelumnya dalam sebuah Kalender Hijriah Permanen seperti halnya kalender Masehi permanen," kata Sodik dalam keterangan tertulis, Rabu (24/5/2017).
Komisi VIII DPR RI salah satu ruang lingkup kerjanya bermitra dengan Kemenag.
"Sidang isbat adalah sebuah ikhtiar duniawi pemerintah Indonesia bersama ulama dan ormas Islam dalam menetapkan 1 Ramadhan dan Syawal, karena itu maka bisa diubah dan diperbaharui," papar mantan ketua MUI Jawa Barat itu.
Sodik memprihatinkan sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemimpin umat saat menghadapi bulan suci Ramadhan. Perbedaan pendapat ini oleh masyarakat sering diartikan sebagai tidak adanya kekompakan, bahkan kesan perpecahan ulama dan ormas jelang bulan suci Ramadhan.
"Selain kesan perpecahan, perbedaaan penetapan oleh isbat beberapa hari sebelum tiba bulan puasa, sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan umat awam atas perbedaan tersebut," ujar Sodik.
Selain itu, dana yang dikeluarkan untuk proses isbat juga besar.
"Proses sidang isbat dari mulai kegiatan pengamatan di lapangan di beberapa titik jauh sebelum sidang isbat, sampai kegiatan sidangnya, memerlukan biaya yang cukup besar. Lebih manfaat jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan umat selama Ramadhan," ujarnya.
Dengan penghapusan tradisi sidang isbat, Sodik mengusulkan mekanisme baru penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal oleh Menteri Agama, sebagai berikut:
1. Menteri Agama sebelumnya telah menetapkan tim dari kalangan ilmuwan dan ulama untuk menyusun Kalander Hijriah Permanen.
2. Jelang tiba bulan puasa, Menteri Agama meminta penegasan kepada tim tentang pertanggalan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tahun berjalan, berdasar Kalender Hijriah Permanen yang sudah ditetapkan.
3. Menampung laporan isbat (penetapan) 1 Ramadhan dan 1 Syawal dari ormas Islam baik dalam forum pertemuan langsung dengan pimpinan ormas atau cukup laporan tertulis.
4. Pengumuman penegasan pertanggalan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tahun berjalan Republik Indonesia oleh Menteri Agama berdasarkan kalender hijriah permanen yang sudah disusun dan ditetapkan sebelumnya.
5. Pada saat penegasan 1 Ramadhan dan 1 Syawal versi pemerintah, Menteri Agama menyampaikan pula hasil isbat ormas-ormas Islam baik yang sama atau yang beda dengan pemerintah.
"Dengan penghapusan tradisi sidang isbat, maka manfaat yang bisa diambil adalah bangsa Indonesia masuk dalam era iptek yang total dalam penetapan kalender Hijriah sehingga mempunyai Kalender Hijriah permanen untuk puluhan tahun, termasuk di dalamnya 1 Ramadhan, 1 Syawal, Hari Wukuf Arafah dan lainnya," papar mantan ketua Alumni Brigade PII Jawa Barat tersebut.
Namun demikian, masyarakat tetap dipersilakan untuk mengikuti isbat sesuai keyakinannya seperti selama ini sudah berjalan.
Sumber: Kumparan