Tahun 2011 lalu untuk pertama kalinya saya menginjakan kaki ke pulau Bali dalam sebuah acara jalan-jalan yang dibiayai kantor. Dan itu juga merupakan pertama kalinya saya naik pesawat. Ngeri. Hahaha.. norak.
Selama perjalanan dari satu objek wisata ke objek wisata lainnya kami dipandu seorang 'guide' yang bercerita tentang tempat-tempat yang akan kami kunjungi dengan diselingi joke-joke segar khas Bali.
Salah satu 'joke' yang masih saya ingat adalah cerita ttg wanita 'estewe' bali yang berprofesi sbg tukang pijat. Wanita ini tidak buta huruf, tapi buta angka.
Begini ceritanya...
Satu ketika si wanita ini dipanggil utk memijat seorang bule di sebuah kamar hotel. Krn dirasa pijatannya enak, si bule memberinya uang tips sebesar $10.
Setelah menerima uang tsb si wanita tukang pijat itu marah2 hingga menimbulkan kegaduhan. Krn bingung, akhirnya si bule memanggil security hotel.
Kpd security hotel si wanita itu berkata: "mentang2 bule... mau membohongi saya, ya? Emangnya dia pikir saya tidak bisa baca, apa? 1 jam lebih saya pijitin dia, masa' dibayar pakai dollar palsu."
Sambil ikut bingung, security hotel menanggapi, "emangya ibu tau dari mana kalau uangnya palsu?"
"Ini uangnya, liat aja sendiri", jawab si ibu ketus. "Baca ya... ten dollar", lanjutnya, sambil menunjukan tulisan yg tertera pada lembaran uang tsb.
(Ten, dlm bahasa bali berarti bukan).
Setelah tau duduk persoalannya, sang security hotel menyarankan agar si bule memberi uang tips ke si ibu tadi sebesar $1 saja.
Setelah menerima uang $1 dari si bule, si wanita 'estewe' tadi senyum sumringah sambil meninggalkan si bule yg makin kebingungan dan security hotel yg senyum2 sendiri.
Terdengar gumam kegirangan si wanita tadi setelah membaca tulisan yg tertera pada lembaran uang, "O... NE dollar, yg tadi bukan."
***
Cerita joke wanita bali 'oon' di atas mengingatkan saya pada apa yang saat ini sedang ramai di sosial media, yaitu usulan agar Ahok dimajukan sebagai kandidat calon gubernur Bali pada Pilgub 2018 yang akan datang.
Selama perhelatan Pilgub Jakarta berlangsung, mayoritas orang-orang Bali, setidaknya yg terpantau di sosial media, begitu kuat memberi dukungan kepada Ahok. Yang paling terkenal tentu saja si wanita paruh baya (estewe), Niluh Djelantik, yang paling gemar memeluk tiang listrik :D
Tiada hari tanpa puja-puji kepada ahok. Ahok mereka sebut sebagai sosok yang hebat, pemberani, bersih, bahkan ada yang mengibaratkan Ahok bak intan mutiara. Lebay :D
Tapi oon-nya, seperti cerita wanita tukang pijat diatas, dia justru menolak orang yang dia bangga-banggakan untuk menjadi pemimpin di tempat asalnya. Sikap yang juga sama ditunjukan mayoritas warga bali, yang notabene beragama hindu.
Selama ini mereka teriak-teriak tentang toleransi, pluralisme, keterbukaan, kebhinnekaan, dll utk menyindir warga Jakarta yang menolak Ahok. Tapi ketika hal yang sama dikembalikan ke mereka, beribu alasan meluncur dari lidah-lidah mereka tanpa rasa malu. (Entah apa ini ada kaitanya dgn kegemaran mereka menyantap daging babi).
Jika mereka beralasan bahwa Bali mempunyai adat istiadat tersendiri, termasuk dalam hal tata cara memilih pemimpin, apa mereka fikir cuma Bali saja yang punya adat istiadat, sedangkan suku bangsa yg lain tidak? Sok superioritas sekali kaum minoritas ini.
Ada 33 provinsi lain di negeri ini selain Jakarta. Kenapa pasca kekalahan ahok di Jakarta, yang muncul hanya petisi "ahok for bali"? Kenapa tidak ada "ahok for kalbar", misalnya, atau "ahok for sumut", atau "ahok for NTT", atau yg lainnya?
Jawabnya karena warga suku bangsa yang lain, termasuk di Bangka Belitung, tempat Ahok berasal, tidak ada yang se-demonstratif orang-orang Bali dalam mendukung Ahok.
Kita jadi bertanya-tanya... jika Ahok maju pada Pilkada Bali, siapakah yang jadi terhina? Ahoknya kah, atau Balinya?
Kini gara-gara Ahok, warga Bali jadi tertawaan orang-orang se-Indonesia. :D
(ERWIN)