[PORTAL-ISLAM] Hadir dalam acara Haul Presiden RI Ke-2 Soeharto dan peringatan Supersemar, Sabtu, 11 Maret 2017, calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuturkan, kehadirannya pada acara tersebut membuatnya belajar mengenai sejarah masa depan.
Dalam 32 tahun pemerintahan Soeharto, meski tak luput dari berbagai cela, hadir berbagai bentuk nyata hasil pembangunan.
"Banyak pelajaran kepemimpinan yang bisa kita ambil dari figur Pak Harto," tegas Anies di Masjid At-Tien, Sabtu, 11 Maret 2017 lalu.
Kehadiran Anies Baswedan, Sandiaga Uno dan beberapa ulama termasuk Habib Rizieq Syihab, Aa Gym, dan KH Arifin Ilham dalam acara yang dinilai banyak pihak beraroma "Orde Baru", memunculkan banyak spekulasi.
Salah satu spekulasi yang paling santer, pasangan calon yang berakrab-akrab ria dengan keluarga Cendana (merujuk kepada kediaman Soeharto), akan memberi ruang khusus bagi keluarga Soeharto untuk memasuki kancah kekuasaan negeri ini.
Benarkah demikian?
Spekulasi tadi sangat bisa dijawab dengan sebuah logika sederhana. Jika pemerintahan yang berkuasa saat ini memiliki legitimasi dan figur kepemimpinan kuat, tentu tidak perlu kuatir akan hadirnya kekuatan "masa lalu" yang jelas-jelas sudah tumbang oleh kekuatan rakyat melalui serangkaian peristiwa berdarah di era reformasi.
Lain cerita bila rakyat melihat dengan mata telanjang bahwa figur pemimpin di negeri ini hanya seorang boneka yang dimainkan oleh puppet master.
Lemahnya figur pemimpin yang muncul dari kalangan "rakyat kebanyakan", bukan pemimpin atau pendiri partai besar, bukan pula dari kalangan militer yang merangkak dari bawah, juga bukan seorang teknokrat cemerlang, bahkan bukan pula sekedar aktivis yang namanya santer diberitakan media pada era pasca orde baru, membuat figur pemimpin ini mudah terguncang oleh terpaan badai politik yang kini semakin berembus kencang.
Meningginya tensi politik setelah Jokowi menjadi presiden tak terelakkan karena faktor-faktor di atas.
Rakyat tidak merindukan pemimpin yang hanya mampu membangun infrastruktur di sana sini lewat serangkaian deal utang. Rakyat juga tak rindu dengan pemimpin yang gemar menggusur, berkata kotor, memaki dan sibuk mengurusi dan mencampuri agama rakyat, yang notabene merupakan hak pribadi. Rakyat rindu tokoh sentral yang powerful sekaligus kebapakan.
Bahwa kemudian rakyat menganggap sosok tersebut identik dengan figur Soeharto, itu adalah persepsi sebagian rakyat yang tak bisa diberangus atas nama dendam masa lampau.
Tudingan bahwa rezim orde baru ingin kembali berkuasa juga sama naif dan menggelikannya dengan ketakutan rezim orde baru pada munculnya kekuatan rezim orde lama melalui aktivitas politik trah Soekarno.
Adanya pendapat berkuasanya Jokowi yang didukung sebagian trah Soekarno merupakan upaya kembalinya kekuatan sosialisme dan komunisme tidak bisa juga ditepikan dan dilabeli sebagai pendapat kelompok radikal.
Anies Baswedan benar. Mari kita belajar sejarah masa depan dari situasi politik negeri saat ini, sebab ada banyak pelajaran kepemimpinan yang bisa dipetik dari tokoh-tokoh politik negeri ini.
Bagaimana dengan rakyat? Biarkanlah rakyat memilih pemimpin masa depan yang mereka rindukan. Biarkanlah rakyat bebas memilih sesuai dengan nurani dan tuntunan agama mereka. Jangan curi, curangi apalagi kebiri hak mereka.