“Gubernur” Anies, Selamat Datang di Balaikota


“Gubernur” Anies, Selamat Datang di Balaikota

Oleh Asyari Usman*
(Mantan Wartawan Senior BBC)

Tidaklah terlalu dini untuk mengatakan pilkada DKI Jakarta “telah” dimenangkan oleh paslon Anies-Sandi kalau putaran kedua pemungutan suara dilaksanakan secepat mungkin. Dengan asumsi, para pendukung pasangan Agus-Sylvi menghibahkan suara kepada Anies-Sandi di babak kedua nanti.

Tetapi, dalam kesempatan ini, bukan hibah suara itu yang perlu kita pikirkan. Mari tengok lebih ke depan sedikit. Para pendukung Anies-Sandi, terutama “king maker” mereka, yaitu Gerindra dan PKS, sangat pantas membicarakan langkah-langkah yang harus dijalankan oleh Anies dan Sandi ketika mereka berada di Balaikota DKI. “Gubernur” Anies Baswedan memikul beban yang tidak ringan untuk memimpin dan membangun Jakarta.

Dengan kerumitan komposisi demografi, corak sosial, ragam budaya, kesenjangan penghasilan, tataruang yang telah terlanjur amburadul, yang kemudian disempurnakan oleh arus urbanisasi yang cukup pesat sepanjang tahun, Anies dan Sandi bisa-bisa tenggelam di dalam lautan masalah kalau tidak dibantu dengan think-tank yang tangguh. Semua itu masih diperberat lagi oleh jumlah warga miskin yang masih sangat banyak (sekitar 385 ribu jiwa lebih), sementara tingkat pengangguran lumayan tinggi (sekitar 7%).

Apa-apa yang telah dilakukan oleh “mantan” Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) plus pekerjaan yang telah dirampungkan oleh mantan Gubernur Joko Widodo, barangkali belum lagi menyelesaikan 30 persen dari tumpukan masalah di Jakarta.

Belakangan ini, warga Jakarta sudah terbiasa dengan respon cepat dan tegas yang dipraktekkan oleh BTP. Harus diakui, sangat banyak tradisi baru yang diperkenalkan oleh Pak Ahok sangat membantu pencitraan beliau, dan mendapatkan sambutan positif dari penduduk Jakarta. Banyak yang menikmati gaya manajerial Pak Ahok, dan itulah yang membuat orang-orang yang “seharusnya” mendukung Anies-Sandi, malahan rela dan bahkan merasa “wajib” memberikan suara kepada sang petahana.

Jangan juga heran melihat begitu banyak orang yang seharusnya menjadi “lawan” Pak Ahok, berubah menjadi “relawan” untuk beliau. Ini merupakan pertanda manajemen yang diterapkan oleh BTP cukup mengena di hati sebagian rakyat ibukota meskipun tidak sedikit tindakan beliau yang dikutuk warga, terutama para korban penggusuran. Dan, tidak hanya warga Jakarta yang merasakan “kehebatan” BTP, para penonton di luar pun terpesona dan ikut memperjuangkan beliau untuk terpilih di pilkada kemarin.

Andaikata Pak Ahok bukan orang yang arogan, kelihatannya berat bagi Pak Anies “menang” pilkada DKI seperti saat ini. Jadi, setelah Pak Anies sekarang duduk sebagai “gubernur baru”, beliau harus segera menyusun prioritas kerja dan segera pula mengimplementasikan program unggulan yang telah dijanjikan semasa kampanye. Anies-Sandi harus menunjukkan karya yang lebih bagus dari prestasi yang dibanggakan Pak Ahok.

“Gubernur” Anies harus secepatnya mengumpulkan para pejabat senior di Balaikota dan menjelaskan kepada mereka bahwa “kekalahan” Pak Ahok bukan berarti suasana kerja keras dan pembersihan korupsi akan mengendur. Bahkan, sebaliknya, katakan kepada mereka bahwa “Gubernur” Anies akan semakin mempertegas tindakan untuk menghapuskan korupsi, pengutan liar, budaya kerja malas-malasan, dan akan memperketat rekrutmen untuk mengisi pos-pos penting di Pemprov Jakarta.

Merit system (siapa yang mampu) akan dilanjutkan dalam rekrutmen. Tidak zamannya lagi kenaikan pangkat dan jabatan dilakukan menurut urutan senioritas usia atau masa kerja.

Pekerjaan yang bagus-bagus yang selama ini dibuat Pak Ahok, tidak ada salahnya untuk dilanjutkan. Hanya saja, haruslah ditunjukkan perbedaan pendekatan kepada masyarakat. Warga Jakarta pasti bersedia mengikuti program yang baik bagi mereka, dengan pendekatan yang baik-baik pula.

Kalau di sana-sini perlu dilakukan penggusuran untuk kepentingan warga Jakarta secara keseluruhan, tidak perlu ragu untuk melakukannya tetapi kerjakanlah dengan cara yang manusiawi. Menggusur warga dari lingkungan yang kumuh untuk dipindahkan ke tempat yang lebih baik dan terjangkau menurut penghasilan mereka, pasti bisa dilakukan dengan mulus kalau warga memahami tujuannya.

“Gubernur” Anies bisa belajar dari arogansi Pak Ahok dalam melakukan penggusuran. Tetapi harap juga diingat, wahai “Gubernur” Anies, bahwa sebaik apa pun pendekatan Anda, hampir pasti Anda tidak akan bisa menyenangkan setiap individu warga Jakarta. Tidak mungkin! Tetapi, setiap invidu warga Jakarta bisa membuat Anda senang.

Kemudian, selain tampil sebagai pemimpin dan pembela kaum yang lemah, “Gubernur” Anies harus membuka komunikasi dengan orang-orang yang memiliki kekuatan. Mereka ada di Jakarta dan tidak ada salahnya Anda merangkul mereka demi kebersamaan. Hanya saja, “Pak Gubernur” tidak perlu memberikan keistimewaan kepada mereka. Kalau reklamasi Teluk Jakarta, misalnya, lebih banyak merusak lingkungan dan hanya memperjelas eksklusivisme kekayaan finansial, tidak perlu ragu untuk menghentikannya. Tentu ini tidak mudah mengingat proyek itu sudah cukup jauh dilaksanakan oleh Pak Ahok.

Kami yakin Anda, “Gubernur” Anies, bisa dengan cepat mempelajari situasi yang ada. Untuk sementara ini, kami ucapkan “Selamat Datang di Balaikota”.(*)

*Sumber: TS


Baca juga :