Assalamu'alaikum wr wb.
Salam terbaik beserta empatiku yang paling dalam, untukmu Nurul Fahmi, saudaraku semuslim yang tak pernah kukenal sebelumnya, namun diikat oleh kesatuan aqidah.
Saudaraku, kita rakyat biasa yang buta hukum. Sebelum kasus ini, kita tak menahu bahwa bendera merah putih tak boleh dicoret apa pun. Aku pernah mendengar larangan ini dulu, tapi setelah melihat foto konser Metallica yang dihadiri Presiden Jokowi, aku mengira larangan itu tak berlaku.
Sebelum engkau, sudah beberapa kali bendera merah putih ditulisi sesuatu dan diperlihatkan di depan khalayak. Andai perbuatan itu ditindak aparat - kalau benar terlarang - tentu kita akan tahu bahwa itu tidak boleh.
Entahlah... jelata seperti kita dihantui ketidakpastian hukum. Sebagaimana sebuah tesis ilmiah lebih dianggap menghina dari kata-kata "bebek nungging". Bagi jelata seperti kita, diacungkan pisau pada bilah yang tajam mengarah ke muka.
Tapi aku bisa memahami mengapa kau melakukan itu. Dalam kepolosanmu, kau ejawantahkan apa yang ada pada jasadmu di bendera itu. Yaitu darah yang merah, tulang yang putih, dan hati yang bertauhid. Jadilah ia bendera yang dipermasalahkan itu bak personifikasimu, lantas kau kibarkan pada momen membela ulama.
Sementara sebelum bendera itu berkibar, terdengar kalimat melecehkan keyakinan pada hari akhirat oleh politisi yang gemar berteriak merdeka. Dibandingkan denganmu, tentu engkau yang lebih baik dari dia. Karena kau mencintai negara ini bersama keimanan yang menyala.
Saudaraku Nurul Fahmi, kalimat tauhid tak pernah hina. Bendera itu akan menjadi bithaqoh/kartu yang membelamu di atas mizan di hari kiamat. Bahwa tauhidmu menyala, menerangi segenap Nusantara.
Keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah tak pernah bisa dikotori borgol kriminalisasi. Tak kan beku dikekang jeruji yang dingin. Ia berkibar menjadi bukti keimanan. Lantas membuka mata umat, bahwa masih ada yang menyangkanya sebagai kalimat yang melecehkan.
Salam untukmu saudaraku Nurul Fahmi. Dan besar terima kasih kepada ustadz Arifin Ilham yang mengantarmu ke rumah. Semoga kita dikumpulkan di akhirat, saling bernostalgia di atas dipan beralas permadani. Aamiin.
(Zico Alviandri)