"SALAM TIGA KALI LIPAT"
Ada mazhab kritik yang berpendapat, kalau mau ngeritik harus disertai solusi. Untung saya tidak ikut mazhab itu. Saya ngeritik apa yang saya rasakan saja. Terlalu mewah kalau saya katakan mewakili masyarakat, baik satuan kecil maupun satuan besar. Ya, semacam keluh kesah gitu. Keluh kesah kan nggak perlu solusi
Kalau mengeritik kebijakan pemerintah harus disertakan solusi, mending sekalian saja saya melamar jadi menteri, atau bahkan presiden.
Bayangkan, jika kecewa karena kenaikan BBM, untuk menyuarakan kekecawaan itu saya harus memahami beberapa istilah energy semisal, gas bumi , senyawa hidrokarbon, atom C5-C10 ,C6-C10 , C11-C14, kerosin , ligrolin , dan istilah aneh lainnya. Belum lagi harus paham luar dalam postur APBN.
Kalau harus menghafal dan memahami hal-hal yang sangat rumit itu, mending menghafal Al-Qur’an Juz 30. Biarlah BBM mau naik,kek mau nggak,kek. Terseraaah.
Begitu juga mau protes meroketnya harga cabai. Masa sih harus memahami cara bertani, paham segala jenis pupuk, zat kimia anti hama dan lainnya. Ditambah lagi Pak Amran Sulaiman, menteri pertanian lulusan Fakultas Pertanian Unhas 1988-1993 ,Pasca Sarjana Pertanian Unhas 2002-2003, Program Doktor Ilmu Pertanian Unhas 2008-2012. Bagaimana caranya memberikan solusi kepada Bapak sepintar itu?
Tapi ketika solusi datang dari pak menteri, saya malah bengong. Solusinya sederhana saja, “ Setiap keluarga menanam cabai. “ Padahal saya juga mau bilang begitu tapi takut diketawain.
Tepatnya pak menteri bilang, "Perempuan ibu-ibu di Indonesia ada 126 juta, separuh penduduk Indonesia. Kalau gerakkan 5 batang (pohon cabai) satu rumah, selesai persoalan cabai. Nah yang diproduksi massal (oleh petani), kita ekspor," ucap Amran saat Rakernas Kementerian Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (4/1/2016).
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3387937/mentan-kalau-ini-dilakukan-persoalan-harga-cabai-selesai
Mentan bikin Gerakan Nasional Penanaman 50 juta pohon cabai di pekarangan. Dan memberikan sebanyak 10 juta ton bibit cabai gratis. Cuma bibit,ya. Jangan minta pupuk, obat anti hama, atau minta lahan. Cukup di halaman rumah.
Sebelum Pak menteri bikin gerakan itu, saya sudah melakukan menanam cabai, tomat, terong dan lainnya di pekarangan sempit buat kebutuhan sehari-hari. Kalau bibit mah seunggul apa pun mudah didapat dan murah pula. Tapi yang bikin repot dan biaya lumayan adalah pupuk dan obat anti hama.
Menanam cabai memang susah-susah gampang. Kalau lagi mujur, ya tidak diurus pun tumbuh subur. Apalagi cabai ini termasuk tanaman yang rindu pada matahari dan benci pada hujan.
Ditambah lagi kalau datang hama kutu putih, ada yang menyebut kutu kebul, karena kesenggol saja seperti ngebul padahal sih berterbangan tanpa arah. Nama kerennya, silverleaf whitefly.
Kalau sudah kena kutu itu, obat anti hama kelas menengah saja nggak mempan. Satu-satunya jalan, cepat cabut semua pohon yang kena, cepat bakar. Itu pun tidak menjamin yang lain nggak kena. Pokoknya kelar hidup semua pohon kalau sudah kena hama itu.
Tapi ide sederhana menteri itu paling tidak memberi semangat bahwa memberikan solusi itu bukan berpikir rumit.
Saya juga tidak mau berpikir rumit saat mau protes kenaikan tarif STNK dan BPKB. Baru saja senang dengan gerakan tim buru sergap pungli di tempat pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, eh tiba-tiba ada pungutan resmi yang naik tiga kali lipat.
Baru mau protes, eh keduluan Pak Presiden Jokowi. Pak Jokowi mengaku kaget mendengar kenaikan tiga kali lipat itu. Kalau yang menanda tangani PPnya saja kaget, bagaimana rakyat? Jangan-jangan mirip “kasus” BAP Habib Novel nih…
Bukan cuma tarifnya naik tiga kali lipat. Saya juga kaget tiga kali lipat. Pertama kaget kenaikan tarif itu. Kedua, kaget membaca berita Pak Jokowi kaget. Ketiga kaget membaca pernyataan Kapolri yang mengatakan bukan idenya. Menkeu biar saja dia kaget mendengar atasannya kaget. Tapi yang pasti kaget-kagetan ini bukan akibat makan nasi goreng.
Kalau sudah muter begini, jika nanti tarifnya tiba-tiba turun lagi, kita tahulah kepada siapa kita bertepuk tangan. Siapkan saja tepuk tangannya tiga kali lipat. Kalau tetap nggak turun walau presiden kaget, bagaimana? Ya, ucapkan saja salam tiga kali lipat.
05012017
(BALYA NUR)