Antara Sri Mulyani, Jokowi, dan Utang Luar Negeri


[portalpiyungan.co] BELUM genap seminggu menjalani tahun 2017, pemerintah sudah menetapkan tiga kenaikan harga mulai dari kenaikan TDL, pengurusan STNK/BPKB, dan hari ini kenaikan BBM.

Kebijakan ini seperti kado tahun baru yang terasa pahit bagi penduduk Indonesia, apalagi yang berpenghasilan pas-pasan.

Mengapa negera seperti terkesan mengejar setoran duit sebanyak-banyaknya sampai harus memungut dana recehan dari rakyatnya dengan segala cara?

Saya jadi teringat apa yang pernah disampaikan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, saat menyusun APBN 2017 bahwa keuangan negera sedang sakit, bahkan untuk membayar bunga utang saja, kita harus mengutang lagi. Saat itu, pernyataan Sri Mulyani bertolak belakang dengan statement Jokowi yang masih terus mengumbar kebohongan bahwa duit kita masih banyak.

Saya hampir gagal paham mencerna pernyataan Sri Mulyani tersebut. Mengutang untuk bayar bunga utang sebelumnya. Saya ingin membuat analogi sederhana untuk memahamkan hal ini.

Misalnya, kita punya utang 100 ribu rupiah dan dikenakan biaya bunga 10 ribu rupiah per tahun. Jangankan untuk melunasi utang pokok, untuk membayar bunga yang 10 ribu rupiah per tahun itu saja kita harus berutang lagi yang tentu saja harus dikenakan bunga utang juga.

Bukankah hal itu tak mengurangi utang kita sebelumnya, malah menambah utang yang lebih besar lagi. Itu sama saja menggali lubang kebangkrutan kita lebih dalam. Atau menjerat leher kita lebih kuat hingga tercekik tak berdaya.

Pertanyaannya, dibuat kemanakah utang kita yang bertambah lebih 1.000 triliun rupiah selama dua tahun pemerintahan Jokowi ini?. Bukankah seharusnya dalam ilmu ekonomi yang paling sederhana, keuntungan dari uang utang itulah yang digunakan untuk membayar cicilan utang tersebut plus bunganya.

Lalu kemana juga dana Tax Amnesty yang digembar-gemborkan sudah mencapai lebih 1.000 triliun rupiah?

Kemana juga keuntungan dari kenaikan harga BBM saat diberlakukan sejak awal pemerintahan Jokowi berkuasa. Bukankah seharusnya sekarang kita punya modal yang cukup banyak untuk digunakan sebagai anggaran pembangunan?

Tapi kenapa malah yang terjadi sebaliknya, ada pemotongan DAU/DAK di hampir seluruh APBD provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Kebijakan pemotongan anggaran ini baru sekali ini saja sepanjang sejarah republik ini berdiri.

Ya, sekali lagi kemana semua uang republik ini digunakan? Negeri ini sedang menuju kebangkrutannya.

Semoga tidak.

Sugiat Santoso

Ketua KNPI Sumut

Sumber: RMOL
Baca juga :