Namun karena ada tekanan dari pihak keamanan, jumlahnya dipangkas menjadi hanya 3 bus saja. Itu pun tidak mudah bagi mereka untuk mencari bus yang bersedia mengangkut ke Jakarta.
“Kemarin saya yang ditugaskan untuk mencari kendaraan itu sampai ke Kudus. Karena di sini itu, satu, tidak layak untuk orang-orang tua busnya. Yang kedua banyak yang tidak siap kalau kita sewa,” tutur Nanang, selaku Sekretaris GAMAN, lansir Islamic News Agency (INA).
Meski harus mencari bus hingga jauh ke luar kota, masalah belum selesai. Booking dibatalkan secara sepihak dari perusahaan operator bus. Alasannya pun beragam.
“Ada yang berdalih waktu baliknya tidak cukup, karena mau disewa pihak lain. Ada pula yang mengakut terus terang karena ditekan polisi,” ungkap Nanang.
Nanang melanjutkan, di sebuah operator bus, pihaknya bahkan sudah memberikan uang muka sebesar Rp 6 juta. Tapi setelah ia pergi, dirinya mendapatkan SMS dari pihak bus.
“Maaf kami dihubungi Kasat Intel bahwa kami dilarang menaikkan penumpang untuk acara aksi demo 212 itu,” ujar Nanang menirukan bunyi teks SMS tersebut.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya menyatakan akan mengeluarkan instruksi ke Polda-Polda se-Indonesia, agar tidak melarang perusahaan transpostasi untuk mengangkut peserta aksi damai pada 2 Desember mendatang.
Kapolri mengatakan, siapa pun boleh ikut dalam aksi di Jakarta, selama tidak melakukan tindakan-tindakan anarkistis.
“Besok saya akan melakukan video conference dan tentunya meminta seluruh jajaran agar PO (perusahaan otobus), perusahaan transportasi dapat mengangkut saudara-saudara kita,” ujar Tito, Senin, 28 November 2016.
Namun bagi Nanang, imbauan Kapolri itu tidak berpengaruh sama sekali.
“Kita sudah jelaskan bahwa larangan ini sudah tidak berlaku karena sudah dicabut oleh Kapolri. Namun mereka tidak percaya,” keluh Nanang.
Menurutnya, pihak operator bus sebelumnya menerima larangan mengangkut massa untuk aksi damai 2 Desember melalui surat resmi, tertulis.
“Kalau dicabut, kenapa kok kita tidak dikirimi surat pencabutan dari kepolisian?” ujar Nanang menirukan alasan salah satu operator bus yang ditemuinya.“Ini skenario kepolisian. Pelarangannya resmi tapi pencabutannya tidak resmi. Itu yang jadi masalah,” pungkasnya.