Cerita Ketakjuban Seorang Ibu Hamil yang Ikut Aksi 212: "Aku Bahagia"


[portalpiyungan.co] Aku bahagia, setelah mencoba meminta izin suami ikut aksi 212 dengan kondisi berbadan dua, akhirnya dibolehkan juga. "Asal kamu kuat. Jangan lupa bawa bekel", pesannya.

Maka pagi, berangkatlah aku bersama seorang kakak menuju titik berkumpulnya pejuang Allah disitu. Tak henti dzikir terlafaz dari lisanku, melihat keramaian putih di setiap stasiun pemberhentian kereta baik golongan bapak dan ibu, tua juga muda, bahkan balita. Belum lagi massa yang berada di dalam gerbongnya. MasyaAllah...MasyaAllah. Aku kecil...

Stasiun Gondangdia. Pintu kereta terbuka, aku bergegas keluar mengejar waktu agar tak tertinggal. Sekali lagi, MasyaAllah...Tentu pemandangan berikutnya tak kalah dari sebelumnya. Yang keluar gerbong lebih banyak dari yang ku kira, jelas bukan aku dan kakak ku saja. Allahu Akbar...Allahu Akbar...Ternyata decak kagum dan haru itu jauh terasa nyata dibanding aku hanya melihat dari layar kaca. Benar-benar perasaan yang muncul adalah "bangga", bangga pada orang-orang yang resah hatinya lalu tergerak turun membela agama, yang insyaAllah karena cinta. Kekukuhan hati yang tak bisa dibeli dengan materi. Sebagaimana Saudara kita dari Ciamis dan berbagai daerah jauh dari ibu kota telah membuktikannya. Aku semakin kecil...

Beranjak dari stasiun, jalanan padat dipenuhi massa aksi bergerak ke arah Monumen Nasional yang ternyata sudah ditutupi dari berbagai sisi, karena tak bisa lagi menampung jamaah yang terus datang silih berganti. Meski berbeda komunitas, yayasan, kelompok pengajian, namun itu semua tak meluputkan ingatan mereka bahwa kita satu agama, Islam. Ikatan aqidah inilah yang betul-betul ku rasakan. Merinding ku dibuatnya. Kali ini aku menyaksikan betul berita-berita seperti aksi 4 November lalu (yang tak ku hadiri). Rombongan yang bergerak membagikan makanan dan minuman, tim kebersihan, penjaga taman, dan tim petugas untuk menjaga agar tidak ada yang merusak fasilitas umum, tersebar di beberapa titik aksi, salah satunya tempat ku berada, di Tugu Tani. Lebih takjub lagi, ketika lautan putih dibawah langit mendung menggelorakan takbir, dzikir, dan doanya untuk keselamatan negeri, serta panjatan cinta untuk sesama dalam robithoh pada Illahi, sembari disejukkan titik-titik air yang jatuh sebagai rezeki, menjadi klimaks dari semua perasaan ku hari ini. Allahu Akbar...Aku merasa semakin sangat kecil sekali...

Kata kakakku, "Kita cuma 2 (dua) semut berteduh di bawah pohon ya Yu...", "Iya Mba...". Hiks hiks...

Apalah aku ini. Layaknya Semut Ibrahim, dengan segala kemampuan kecilnya mencoba melangkah untuk menjadi bagian dari Aksi Bela Islam meski datang terlambat dan berada di barisan belakang. Semoga Allah beri kesempatan untukku selalu berbuat lebih besar lagi. Dan langkah kecil terseok ini aku persembahkan untuk Yang Maha Tinggi, untuk Yang Maha Raja, Yang Menghidupkan dan Mematikan.

Untuk anakku, aku merasakanmu melincah di perutku. Semoga pertanda kamu juga menikmati perjalanan kecil itu. Sekarang kita pulang...

Allahummanshurnaa ikhwaananal muslimiina fii Indunisi wa fii kulli makaan...

Rumah Depok, 212

(Rahmi Wahyuni)

__
dari fb penulis


Baca juga :