CADAS! Eks Relawan Jokowi: Inilah Era Kejahatan Pada Kebebasan Berbicara


[portalpiyungan.co]

KALA BICARA KEBENARAN MENJADI MENAKUTKAN

Oleh: Ferdinand Hutahean
Eks Relawan Jokowi

Bahaya adalah kata yang layak kita sematkan saat ini terhadap beberapa lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahaya ancaman infiltrasi asing kepada kedaulatan negara, bahaya ekonomi yang tidak kunjung membaik, dan bahaya yang terakhir adalah bahaya berbicara.

Akhir-akhir ini dunia politik Indonesia sedang guncang, meski sesungguhnya keguncangan itu tidak perlu terjadi bila bangsa ini dipimpin dengan mengedepankan keberpihakan pada bangsa daripada sekedar keberpihakan kepada kelompok tertentu. Kegaduhan politik saat ini sangat bisa dihindari apabila penguasa menempatkan kepentingan negara di atas segala kepentingan politik maupun kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Terutama agenda politik nasional dalam pilkada serentak tahun 2017. Salah satunya Pilkada DKI yang kemudian menenggelamkan hampir semua berita tentang Pilkada daerah lain, dan posisi Ahok yang menjadi terdakwa penodaan agama.

Memenjarakan Pikiran dan Kajian Ilmiah

Pembungkaman terhadap kelompok aktivis dengan menggunakan instrumen penegakan hukum adalah bentuk langkah represif yang sedang menjadi bahasan hangat di semua lini kelompok masyarakat. Ada hantu bernama "makar" yang menakutkan merasuki imaginasi atau alam pikir penguasa hingga para aktivis yang sedang memperjuangkan pemikiran ilmiahnya tentang ancaman kerusakan bangsa akibat adanya amandemen terhadap UUD 45 ASLI harus ditangkap dengan tuduhan makar tadi.

Pemikiran ilmiah yang ingin memperjuangkan agar bangsa kembali ke UUD 45 Asli sebelum diamandemen bukan tanpa kajian dan keilmuan serta beberan fakta-fakta tentang sistem pemerintahan kita yang semakin kacau dan jauh dari cita rasa Indonesia Asli. Namun ironisnya, pemikiran ilmiah itu dianggap sebagai hantu makar oleh penguasa dan harus dipenjara.

Memenjarakan orang tentu tidak akan dapat memenjarakan pemikiran.

Bahaya Berbicara

Eko Patrio sang Anggota DPR dari Fraksi PAN tiba-tiba harus menghadapi ancaman represifme menggunakan instrumen penegakan hukum karena menyampaikan analisis dan pemikirannya terkait bom di Bintara Jaya yang disebutnya sebagai pengalihan isu. Dan banyak nama lain yang terang-terangan berseberangan dengan penguasa harus berhadapan dengan penegak hukum dengan tuduhan dan segala macam ancaman dalam pasal-pasal KUHP maupun UU ITE.

Bahkan ketika Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono berbicara ke media menjawab tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya sebagai pihak yang mendanai Aksi Bela Islam, turut menjadi korban dan dibully sebagai provokator. SBY berbicara menyampaikan kebenaran dan menjawab tuduhan pada dirinya kemudian dicoba dilaporkan oleh pihak tertentu ke Bareskrim dengan tuduhan provokasi dan atau penghasutan. Ini bentuk kekonyolan di luar batas toleransi.

Era Kejahatan Pada Kebebasan Berbicara

Sudah sejauh itukah jahatnya situasi di era sekarang? Situasi ini menjadi sangat mengerikan dan menguatirkan ketika bicara saja menjadi menakutkan. Ketika menyampaikan kebenaran dan pemikiran ilmiah menjadi sebuah kejahatan, maka tidak ada yang bisa kita harapkan lagi dari era ini. Kejahatan sesungguhnya adalah mengancam dan membungkam kebebasan berbicara dan bukan sebaliknya. Berbicara dan menyampaikan pemikiran bukanlah sebuah kejahatan yang harus dihabisi menggunakan instrument penegakan hukum.

Kekeliruan ini harus dihentikan karena untuk mempertahankan kekuasaan bukanlah dengan jalan represif dan memenjarakan pemikiran serta membungkam kebebasan berbicara. Mempertahankan kekuasaan cukup dengan bekerja demi kesejahteraan rakyat, keberpihakan pada bangsa dan negara yang berideologi Pancasila, serta menempatkan kepentingan negara di atas segala kepentingan, maka niscaya kekuasaan itu tidak perlu dipertahankan karena ia akan bertahan dengan sendirinya

Pemerintah harus memastikan bahwa kebebasan berbicara adalah hak asasi. Masyarakat dari golongan apapun berhak ikut bicara tentang nasib bangsa dan itu bukan kejahatan. Membela diri dan menyampaikan kebenaran bukan juga sebuah kejahatan.

Jakarta, 17 Desember 2016
Baca juga :