[portalpiyungan.co] JAKARTA - Sidang perdana Kasus Penistaan Agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dimulai di gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang ada di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Desember 2016.
Sidang ini digelar di ruang Koesoemah Atmadja, lantai 2 gedung tersebut, dengan dipimpin lima majelis hakim, yakni Dwiarso Budi Santiarto, Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V. Rahantoknam, dan I Wayan Wirjana.
Ahok terlihat hadir memasuki ruang sidang sekitar pukul 08.56 WIB, dengan mengenakan batik coklat.
Begitu Ahok duduk di kursi terdakwa, Ketua Majelis Hakim mempersilakan awak foto untuk mengabadikan momen itu selama dua menit.
"Sidang perkara ini terbuka untuk umum," ucap Ketua Majelis Hakim, Dwiarso, saat membuka sidang ini.
Ahok didakwa dalam kasus penistaan agama karena penyebutan surat Al Maidah ayat 51 saat bertemu warga di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Dia dikenakan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun bui.
Kasus Ahok diproses setelah Polri menerima 14 laporan polisi pada awal Oktober 2016. Pada 16 November 2016, Mabes Polri resmi memutuskan kasus penistaan agama dilanjutkan ke tahap penyidikan dan menetapkan Ahok menjadi tersangka.
Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaannya, Ahok kemudian menyampaikan Nota Keberatan bahwa dirinya tidak punya maksud menghina agama Islam.
Sambil meneteskan air mata, terdakwa Basuki Tjahaja Purnama menceritakan masa kecilnya dengan orangtua angkat yang beragama Islam.
Ahok menceritakan salah satu pengalamananya dimasa kecil terkait agama Islam. Sebab, Ahok dianggap menistakan agama dengan kalimatnya yang mengutip Surat Al Maidah ayat 51.
"Mana mungkin saya menisatakan agama Islam. Sama saja dengan saya menistakan orang tua angkat saya," ucap Ahok dihadapan sidang.
Sesekali, Ahok berhenti berbicara dan mengambil sapu tangan dari kantongnya untuk mengusap airmata yang menetes mengiringi ceritanya.
Ahok juga menyebut-nyebut Gus Dur.
Berikut tanggapan heboh netizen pada Sidang Perdana Ahok:
Mahendradata, lawyer, praktisi hukum:
Nota Keberatan Ahok isinya spt Nota Pembelaan,ini blunder.Krn Insyaa Allah Ditolak Hakim,Nilai Pembelaan jd tdk bernilai lagi— Mahendradatta (@mahendradatta) 13 Desember 2016
Ibu Dwi Estiningsih, psikolog:
Tangis itu perintah dari otak,— Dwi Estiningsih (@estiningsihdwi) 13 Desember 2016
Otak dasarnya dari hati.
Hati kotor > otak kotor > tangis kotor (sandiwara).#Psikologi sidang perdana ahok
Pak Basuki, tegarlah seperti orang2 yang telah Pak Basuki gusur. Tak perlu air mata. Tetaplah garang sprt saat memaki ibu2 dg sebutan maling— ragilnugroho1 (@ragilnugroho1) 13 Desember 2016