Membaca Ketakutan Jokowi Pasca Aksi 411


[portalpiyungan.co] Genap satu minggu terakhir Presiden Joko Widodo menghabiskan hari-harinya untuk melakukan konsolidasi. Tradisi blusukan yang selama ini lekat dengan Presiden Jokowi, sementara waktu dikurangi. Kini, ia justru tampil sebagai politisi tulen, keliling merajut dan mengkonsolidasi dukungan. Sedemikian gentingkah suasana NKRI?

Praktis selama satu minggu terakhir Presiden Joko Widodo berkeliling secara aktif dengan melakukan berbagai pertemuan dengan berbagai elemen. Mulai lembaga keamanan dan lembaga pertahanan, ormas keagamaan Islam seperti NU dan Muhammadiyah, serta mengundang sejumlah pimpinan ormas keagamaan Islam ke Istana. Dalam berbagai pertemuan tersebut dapat dapat ditarik simpulan, perlunya memperkokoh persatuan.

Kini, yang terbaru menghadiri serangkaian acara hajatan partai politik berbasis Islam yang menjadi bagian koalisi pemerintah dengan balutan "Silaturahim Nasional Ulama". Seperti PKB menggelar acara doa bersama dengan mengklaim mengerahkan 10.000 ulama dengan tajuk "Ulama Rakyat" pada Sabtu, 12 November 2016.

PAN setali tiga uang, partai yang awal berdirinya disokong kader Muhammadiyah ini juga menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada Ahad, 13 November 2016.

Dari PAN, Presiden menghadiri acara Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Rapimnas I PPP di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.

Isu yang diusung dari hajatan partai politik berbasis Islam itu hampir sama. Soal isu kebhinekaan, isu mayoritas-minoritas, isu keberagaman, persoalan NKRI hingga persoalan Basuki Tjahaja Purnama agar dilokalisir pada sosok Ahok saja, tidak ke Presiden Jokowi.

Seperti contohnya saat memberikan sambutan pembukaan Rapimnas PAN di Jakarta, Ahad, 13 November 2016. Jokowi mengingatkan tentang Pancasila, kebhinekaan dan kemajemukan.

"Sistem ketatanegaraan kita sangat menghargai kebhinekaan dan kemajemukan, tugas kita menjaga bersama," ujar Presiden.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mempertanyakan mengapa persoalan yang membelit Basuki Tjahaja Purnama dikaitkan kepada dirinya.

Padahal, kata Jokowi, sejak awal jauh sebelum aksi damai 411 dirinya telah menyerahkan persoalan dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki dilakukan dengan cepat.

"Ini urusan DKI, lah kok urusannya digeser ke Presiden, ke saya? Ini ada apa? kata Jokowi.

Sementara saat membuka Munas Alim Ulama dan Rapimnas I PPP, Presiden juga menekankan tentang keberagaman Indonesia. Dia berharap, persatuan dan kebersamaan agar senantiasa dijaga.

Hal senada juga disampaikan Presiden saat di hadapan forum Silatnas Ulama PKB yang mengingatkan akan ancaman pecah belah terhadap Indonesia. Presiden mensinyalir ada pihak-pihak tertentu yang ingin menganggu stabilitas politik Indonesia. Ia berharap agar kebersamaan yang ada jangan sampai ada yang merusak.

Langkah Presiden menemui sejumlah pihak memiliki benang merah yang sama yakni mendorong adanya persatuan, kebhinekaan, keragamaan, dan mewaspadai adanya pecah belah. Serangkaian safari politik ini tida bisa dilepaskan dari efek pasca-demomtrasi besar-besaran pada 411 lalu.

Isu yang disampaikan Presiden saat berkunjung ke sejumlah tempat itu seolah melengkapi wacana sebelumnya yang bergulir sebelum aksi demonstrasi 411 yang dibingkai dengan adanya penunggangan aksi oleh kelompok intoleran, kelompok ISIS bahkan ancaman makar terhadap pemerintahan yang sah.

Sikap antisipatif Presiden ini tentu bukan tanpa sebab. Setidaknya, Badan Intelejen Negara (BIN) sebagai alat negara memberi input terhadap presiden terhadap situasi keamanan terkini khususnya pasca-aksi 411.

Kendati demikian, pembingkaian wacana sedemikian rupa justru memiliki tendensi yang potensial mengaburkan substansi persoalan yang menjadi perhatian publik yakni soal dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama. Jika demikian yang terjadi, alih-alih roadshow Presiden mampu meredam aksi demontrasi, justru menjadikan pemantik aksi lanjutan.

Kesan tentang aksi demonstrasi 411 didominasi kelompok Islam yang memiliki paham ekstrem mestinya tidak mendominasi pikiran pemerintah dalam merespons persoalan tersebut. Faktanya, berbagai elemen dengan berbagai latar belakang pemahaman keagamaan, partai politik dan organisasi masyarakat tampak bergabung dalam isu tersebut.

Lebih baik pemerintah secara sigap mengawal proses hukum Basuki dan membuang kesan pemerintah melindungi Basuki. Karena kesan tersebutlah yang ditangkap oleh publik, setidaknya oleh para peserta aksi saat menilai sikap pemerintah.

Penulis: Ferdian Andi
Editor:Portal Piyungan
Baca juga :