[portalpiyungan.co] Sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan, agar aksi damai yang dilancarkan terkait penistaan Al Quran yang dilakukan Ahok, tidak tertunggangi kelompok-kelompok tertentu yang sebenarnya berniat memecah belah soliditas umat.
Hal ini yang ditegaskan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjend (Purn) Kivlan Zein ketika berbicara dalam Forum Dialog Kebangsaan yang digelar di Gedung Pertemuan At Tauhid, Nologaten, Ponorogo, Jawa Timur, Ahad 13 November 2016.
Hadir dalam kesempatan ini, perwakilan dari sejumlah Organisasi Massa (Ormas) Islam di Kabupaten Ponorogo, maupun dari daerah di sekitarnya, diantaranya dari Kota dan Kabupaten Madiun, Magetan dan Ngawi.
Kivlan Zein secara khusus memberikan perhatian terhadap aksi damai Jumat (4 November 2016) yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Aksi Damai 411”, yang digelar nyaris serentak di berbagai daerah, tak hanya di Jakarta saja. Di Ponorogo,aksi ini diikuti lebih dari 5.000 umat Islam.
Pasca 411, umat Islam telah bersiap untuk aksi yang lebih besar lagi bila ternyata tindakan hukum terhadap penista agama dan Al Quran tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Secara khusus, Kivlan Zein mengingatkan; jika permasalahan ini berlangsung berkepanjangan, tidak kecil kemungkinanan dapat ditunggangi oleh pihak-pihak yang sejatinya justru ingin memecah belah Umat Muslim Indonesia.
Sesungguhnya saat ini, lanjut Kivlan Zein, umat muslim Indonesia tengah dihadapkan pada masalah lama, yang lahir kembali dalam berbagai macam bentuk gaya baru. Tetapi sebenarnya isinya tetap sama dengan yang dulu, yaitu gerakan komunis.
Sebagai suatu faham, ancaman komunis telah terbukti sangat berbahaya bagi keutuhan Indonesia sebagai NKRI.
Lebih lanjut Kivlan membuat kilas balik, yang terjadi sejak awal 1960-an. Ketika itu, umat Islam sering menjadi korban adu domba. Komunis berada di balik semua yang terjadi.
"Mereka itu beranggapan, umat Islam yang berjumlah besar dan menjadi mayoritas di negara ini, namun dalam perpolitikan, kekuatannya rendah," tutur Kivlan.
Kivlan Zain kemudian merujuk Aksi Damai 411.
“Aksi turun ke jalan yang diikuti jutaan umat pada Jumat 4 November 2016 lalu, sebenarnya aksi damai memperjuangan kebenaran, untuk tegaknya hukum di Indonesia. Namun, ketika umat Muslim melancarkan sedikit protes, dipandang sebagai aksi yang radikal. Pandangan demikian tidak akan terjadi, jika umat uslim memiliki posisi yang kuat di Pemerintahan," tegas Kivlan.
Jika memiliki posisi yang kuat di pemerintahan, tentu lebih mudah bagi umat muslim membangun kesatuan untuk membela kebenaran secara bersama-sama. Namun yang terjadi tidaklah demikian.
Berbagai persoalan, termasuk kasus Ahok sering dicurigai telah ditunggangi oleh pihak yang ingin situasi menjadi semakin keruh dan sekaligus ingin memecah belah kesatuan umat Islam.
Karenanya, kata Kivlan, pada saat umat Islam sudah berhasil dipecah belah, momen tersebut diambil sebagai kesempatan oleh faham komunis untuk menyusup masuk lebih ke dalam.
Faham Komunis yang lahir kembali dengan pola menyusup dalam berbagai bentuk ‘Gaya Baru’ tidak akan langsung ke Pemerintahan.
Faham Komunis Gaya Baru, bisa saja masuk dari berbagai pintu ‘kerapuhan’ yang telah berhasil mereka pecah belah. Bisa pula masuk melewati ajaran-ajaran yang sebenarnya sangat kompromis terhadap tegaknya NKRI dan Ideologi Pancasila.
Karenanya, umat Islam harus dalam barisan yang kuat, tidak mudah dipecah belah dan harus pula tetap waspada terhadap segala kemungkinan penyusupan.