Zara Zettira: "Mengapa Sebagai Loyalis Prabowo Saya Mendukung Agus Yudhoyono?"


"Mengapa Sebagai Loyalis Prabowo
Saya Mendukung Agus Yudhoyono?"

Oleh: Zara Zettira ZR
Penulis, pengamat politik, Ibu rumah tangga

Pilkada DKI 2017 kali ini sungguh pilkada yang termudah sekaligus tersulit bagi saya. Mudah, karena saya sudah tau paslon mana yang tidak mungkin saya pilih, sulit karena ada 2 paslon lagi yang cukup berimbang baiknya dan nyaris tak ada buruknya keduanya.

Mungkin publik sudah tau bahwa saat pilpres 2014 saya adalah loyalis Prabowo Subianto dan Simpatisan Btindra bahkan aktif membantunt tim sayap Gerindra apabila saya berkesampatan di tanah air (Saat ini saya bermukim di Australia).

Kedekatan dengan Gerindra awalnya membuat saya yakin pasti akan mendukung mas Sandiaga Uno yang sudah dipilih Bapak jauh sebelum penetapan paslon sebagai cagub Gerindra. Namun Tuhan membuktikan manusia boleh berencana, namun Allah juga yang menentukan. Di detik terakhir muncul kejutan paslon dari koalisi Drmokrat yaitu mas Agus Yudhoyono dan Mbak Sylvi.

Walau banyak orang mungkin tidak kenal mba Sylvi, saya sudah cukup lama mengenal dan mengikuti beliau. Bahkan waktu saya remaja, beliau salah satu inspirasi saya. Beliau adalah none Jakarte senior saya dan saya mengikuti jejak beliau mengikuti none Jakarte pusat 1989 dan keluar sebagai juara favorit, sayapun masih sering membaca berita tengang beliau jika ada. Memang tak banyak berita tentang bu Sylvi, menandakan beliau humble dan low profile. Beliau juga hampir tidak pernah muncul di kalangan socialita seperti kebanyakan ibu ibu pejabat umumnya. Berita terakhir yang ramai adalah saat beliau menjadi walikota Jakarta perempuan pertama.

Sedangkan mas Agus Yudhoyono sendiri, jujur, saya dengar beliau memang sudah dipersiapkan keluarga sebagai suksesi penerus. Jika banyak yang nyinyir justru bagi saya itu sebuah kelebihan, karena artinya Agus bukan dadakan dan sudah disiapkan toh? Melihat prestasi mas Agus pun kita harus bangga, bukan cuma lulus Universitas terkenal kelas dunia tapi jiga lulus dengan IPK tinggi! Belum lagi latar belakang mas Agus di militer. Militer itu berat, dalam pendidikan militer tak ada beda anak pejabat dengan anak rakyat biasa. Semua sama. Artinya mas Agus dekat dan sudah terbiasa dekat dengan masyarakat, bukan cuma di kota besar tapi sampai ke pelosok pelosok pedalaman saat menjalani pendidikan dan dinas militernya. Soal usia, mas Agus juga masih muda, yang juga membuatnya lebih luwes, lebih fleksibel, lebih terbuka pada wawasan dan ide ide baru. Ditambah lagi pengalaman internasional yang membuat iapun tak canggung dengan modernisasi dan teknologi canggih.

Sebagai wanita, saya bangga dan merasa terwakili dengan Bu Sylvia. Selain sama sama Muslimah, perempuan wajib mendukung dan bangga pada kaumnya yang diberi kesetaraan sebagai pemimpin!

Sayapun merasa bu Sylvi adalah figur yang sudah layak dan sepantasnya mendapat amanat ini karena belasan tahun beliau sudah melayani warga Jakarta mulai dari pegawai biasa sampai menjadi walikota.

Di sisi lain saya menghargai Agus yang menunjukkan penghargaan pada senior dan pada wanita. Terlihat harmoni yang luar biasa, lintas gender sebagai satu satunya pasangan pria dan wanita, lintas generasi: ada yang muda dan ada yang senior, yin dan yang yang artinya saling melengkapi antara sifat-sifat 'yin' (lembut, mengayomi, mengasihi, halus) dengan sifat-sifat 'yang' (tegas, memimpin, cekatan, tegar). Ibarat tangan, Agus dna Sylvi adalah tangan kanan dan kiri, berbeda fungsi tapi jika digunakan bersama sama akan memberikan hasil sempurna.

Sebagai orang tua, dukungan saya untuk Agus dengan harapan, putra putri saya kelak terinspirasi dan bisa meniru prestasi Agus. Sebagai wanita dukungan saya untuk Sylvi, karena bangga dan merasa terwakili.  Mudah-mudahan nasib perempuan, ibu, remaja putri dan anak anak akan lebih mendapat perhatian kelak. Masalah-masalah yang dialami para ibu di Jakarta khususnya.

Harapan pribadi saya, keduanya amanah, dan bisa memprioritaskan masalah-masalah yang ada di ibukota, yaitu kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Kedua menurut saya adalah persatuan kesatuan dalam kebhinekaan warga Jakarta yang dua tahun terakhir ini terasa terpecah belah dengan tragis, dan ketiga masalah narkoba agar dtidak menjadi racun generasi mendatang.

Wassalam.

*Sumber: pos-metro.com


Baca juga :