Courtesy of Rizky Andrianto, Antara Foto |
[portalpiyungan.com]Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan jawaban terkait polemik keberadaan dokumen hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Dalam konferensi pers di kediamannya, SBY menyertakan sejumlah pejabat di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) antara lain mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, mantan Kepala BIN Syamsir Siregar, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Bambang Hendarso Danuri, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Suyanto dan mantan ketua TPF Kasus Munir, Marsudhi Hanafi.
SBY menyatakan mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyelesaikan perkara pembunuhan Munir.
Dia yakin jika memang perkara pembunuhanMunir belum dianggap memenuhi rasa keadilan, selalu ada jalan untuk menemukan kebenaran.
Oleh sebab itu, pihaknya melalui Sudi Silalahi akan mengirim salinan dokumen TPF kepada Presiden Joko Widodo.
"Kopi (salinan) dari dokumen ini akan kami kirim ke Bapak Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara untuk digunakan sebagaimana mestinya," ujar Sudi di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Selasa, 25 Oktober 2016.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan, ada dua hal yang harus dipahami oleh Presiden Joko Widodo dari pernyataan SBY.
Menurut Puri, hal pertama yang ditekankan oleh SBY saat konferensi pers adalah dokumen TPF merupakan dokumen projustisia.
"Artinya harus ditindaklanjuti. Step-nya adalah penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujar Puri saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2016.
Hal kedua, kata Puri, menyangkut proses hukum kasus pembunuhan Munir. Puri menuturkan, secara jelas SBY menyatakan dukungannya terhadap setiap upaya penuntasan kasus Munir yang akan dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Dalam konferensi persnya, SBY mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh menutup pintu kebenaran. Proses hukum kasus Munir saat masa pemerintahan SBY pun tidak dihentikan.
Dengan demikian, setelah salinan dokumen TPF diterima, maka Presiden Jokowi wajib mengungkap isi dokumen tersebut ke publik, sekaligus memerintahkan kepolisian dan kejaksaan melanjutkan proses hukum kasusMunir.
"Jelas bahwa selalu ada pintu untuk mencari kebenaran dalam kasus Munir. Artinya proses hukum tidak bisa dihentikan," ucap Puri.
Selain itu, Puri mengatakan bahwa pemerintah harus membentuk tim penyelidik untuk memeriksa mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan Mantan Ketua TPF kasus Munir, Marsudhi Hanafi, bahwa perkara pembunuhan Munir belum tuntas. Masih ada pihak yang diduga kuat terlibat pembunuhan itu yang lolos dari proses hukum.
Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) A.M Hendropriyono adalah orang yang dimaksud. Marsudhi menegaskan, nama Hendropriyono disebut dalam dokumen TPF Munir.
Dokumen itu telah diserahkan kepada SBY pada akhir Juni 2005. Kemudian, dibagikan ke Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menkumham dan Menteri Sekretariat Negara.
Proses hukum polisi setelah itu kemudian berujung pada penetapan sejumlah orang sebagai tersangka. Di antaranya adalah Pollycarpus Budihari Priyanto dan Muchdi Pr.
Namun, Marsudhi mengakui bahwa proses penyidikan perkara pembunuhan Munir kala itu tidak sampai menyentuh nama Hendropriyono.
Sementara itu menurut Puri, dalam dokumen hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, ada lima orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Kelima orang itu adalah Indra Setyawan, Ramelga Anwar, Muchdi PR, Bambang Irawan dan AM Hendropriyono.
Namun, hanya Hendropriyono yang belum pernah diperiksa hingga saat ini. Sementara empat nama lainnya telah diperiksa di era pemerintahan Presiden SBY.
"Dia (mantan ketua TPF) sebut lima nama di sana. Nama-nama yang sudah diadili, kecuali satu nama AM Hendropriyono. Jadi Pemerintah harus membentuk tim penyelidik, periksa Hendropriyono," kata Puri
"Meskipun Hendropriyono pernah menyangkal keterlibatannya dalam kasus tersebut, hal itu bukan berarti yang bersangkutan bebas dari proses pemeriksaan," ujarnya.
Hingga saat ini Hendropriyono belum memberikan komentar seputar kasus Munir.
Penulis: Kristian Erdianto
Sumber: Kontan