[portalpiyungan.com] CIKEAS - Polemik hilangnya dokumen kasus pembunuhan aktivis KontraS Munir Said Thalib, ditanggapi serius Susilo Bambang Yudhoyono.
Menjelaskan soal dokumen hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir ini, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumpulkan mantan anak buahnya di Kabinet Indonesia Bersatu di Cikeas, Selasa (24/10/2016).
Hadir dalam konferensi pers tersebut, di antaranya, Mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) Sudi Silalahi, Mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri, Mantan Ketua TPF Marsudhi Hanafi, Mantan Kepala BIN Syamsir Siregar serta mantan Panglima TNI Djoko Suyanto.
"Untuk menjelaskan kasus ini saya mengundang mantan pejabat terkait di pemerintahan saya," kata SBY saat konferensi Pers di Cikeas, Selasa (24/10/2016).
Ketua Tim Pencari Fajta (TPF) kasus pembunuhan Munir Said Thalib, Marsudhi Hanafi mengatakan, keterlibatan AM Hendropriyono dalam kasus pembunuhan Munir semestinya diungkap oleh pemerintah Presiden Joko Widodo. Marsudhi menyatakan hal tersebut dalam konferensi pers di Cikeas, menyusul "isu" hilangnya dokumen TPF Munir.
Kasus ini menjadi polemik setelah pada Senin (10/10/2016) Kontras memenangkan gugatan terhadap Kementerian Sekretariat Negara terkait permohonan agar pemerintah mempublikasikan laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib. Namun setelah dicek, dokumen tidak ada di Sekretariat Negara.
Hendropriyono adalah eks kepala BIN di era Presiden Megawati, saat kasus pembunuhan Munir terjadi. Adapun Munir adalah aktivis Kontras yang diketahui tewas dalam pesawat Garuda jurusan Singapura-Belanda, 7 September 2004.
Dalam konferensi pers di Cikeas, Selasa siang kemarin, mantan presiden Susio Bambang Yudhoyono dan eks jajaran kabinetnya, menyebut dua nama dalam kasus pembunuhan Munir. Berikut ini adalah dua nama yang disebut-sebut itu.
Megawati
Membuka acara, SBY menyatakan kasus hilangnya dokumen TPF pembunuhan Munir sengaja digiring pihak tertentu agar bernuansa politis. SBY mengaku, mengamati pemberitaan dan komentar-komentar yang ada di media, sudah keluar konteks dari TPF. "Kejahatan yang mengakibatkan meninggalnya aktivis HAM Munir adalah kejahatan yang serius. Sebenarnya mencoreng demokrasi kita waktu itu," kata SBY.
SBY tidak secara terang menyebut nama Megawati, tapi “demokrasi kita waktu itu” jelas maksudnya adalah pada zaman Megawati menjabat presiden. Dan memang, Munir tewas di zaman Megawati.
Hendropriyono
Nama Hendropriyono disebut beberapa kali dan dengan jelas. Eks sekretaris kabinet, Sudi Silalahi mengatakan rekomendasi TPF kepada SBY memerintahkan kepala Polri untuk menyelidiki dugaan peran beberapa nama yang disebutkan termasuk Hendropriyono.
Namun, Sudi mengakui dari hasil penyelidikan dan penyidikan terhadap para saksi dan para terdakwa yang telah dijatuhi hukuman serta barang bukti, waktu itu tidak diketemukan keterkaitan dengan Hendropriyono.
Di tempat yang sama, Marsudhi Hanafi mengungkapkan masih ada kemungkinan keterlibatan eks kepala BIN Hendropriyono meskipun di era SBY belum ditemukan keterlibatannya. “Waktu itu. Ingat, ada kata waktu itu. Kalau sekarang ada silakan saja. Coba baca kalimatnya, ‘waktu itu, saat itu’, kalau sekarang ada ya kenapa tidak," kata Marsudhi.
Dia menambahkan, ada atau tidaknya keterlibatan Hendropriyono semestinya diungkap oleh pemerintah Presiden Joko Widodo.
Pertanyaannya sekarang: Apa Presiden Jokowi mau dan berani, mengingat Hendropriyono termasuk salah seorang penyokong utama Jokowi?
SBY vs MEGA terus berlanjut.
Dan sepertinya serangan terhadap SBY dalam kasus Munir ini malah akan jadi bumerang.
Sumber: Rimanews