[portalpiyungan.com] Pemerintah akhirnya resmi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada swasta asing untuk membangun kilang minyak di dalam negeri terhitung sejak 24 Agustus 2016. Dengan demikian, tugas untuk membangun kilang minyak baru tidak lagi hanya dibebankan kepada PT Pertamina (Persero).
Penegasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.08/2016 tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, yang diteken Sri Mulyani Indrawati pada 23 Agustus 2016 dan diundangkan sehari setelahnya.
Pada ketentuan sebelumnya, Menteri keuangan melalui Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) hanya bisa memberi penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertentu sebagai pelaksana semua proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), tak terkecuali kilang minyak.
Namun, dengan terbitnya PMK tersebut, maka Pertamina tak lagi menjadi eksekutor tunggal proyek kilang minyak pemerintah. Pertamina harus berbagi proyek ke swasta asing berdasarkan restu Menkeu.
Sri Mulyani, dalam PMK Nomor 129/PMK.08/2016 menjelaskan, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) asing dalam proyek kilang minyak dimungkinkan dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional dan menjamin ketersediaan BBM nasional, serta mengurangi ketergantungan impor BBM.
Dia menjamin, perusahaan migas asing yang terlibat dalam proyek kilang minyak nantinya juga berhak atas penggantian biaya pelaksanaan fasilitas kilang sesuai dengan kontrak perjanjian.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam beleidnya memberikan dua opsi pembayaran biaya penggantian yang diambil dari Dana Penyiapan Proyek.
Pertama, menteri/kepala daerah/BUMN/BUMD yang bertindak sebagai Penanggung Jwab Proyek Kerjasama (PJPK) menalangi dahulu biaya pelaksanaan fasilitas kepada lembaga asing.
Kedua, bisa juga PJPK mendapatkan penggantian biaya (reimbursement) dari Dana Penyiapan Proyek atas biaya yang pembangunan kilang.
Dalam hal ini, Menteri Keuangan menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah harus membenahi kembali sektor hulu dan hilir migas yang terbengkalai puluhan tahun. Pasalnya, lebih dari dua dekade belum ada pembangunan kilang baru di Indonesia.
Selain membutuhkan modal investasi yang cukup besar, ia menilai, proyek kilang minyak menjadi kurang menarik karena dianggap tidak menguntungkan.
"Karena ujung-ujungnya (hasil produksinya) harus dijual ke PT Pertamina yang menguasai sektor hilir migas," kata Darmin.
Karenanya, lanjut Darmin, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan tugas pembangunan kilang baru kepada Pertamina. Kesempatan yang sama juga akan diberikan kepada swasta nasional maupun asing. Syaratnya mereka harus dapat mengatur harga dan kebutuhan minyak secara baik.
Kementerian ESDM mencatat, sejak era 1970 hingga saat ini pemerintah tidak pernah lagi membangun kilang baru. Sampai saat ini hanya ada delapan kilang minyak, yang seluruhnya milik Pertamina.
Mulai tahun depan, pemerintah berencana membangun empat kilang baru dengan total kapasitas 668 ribu barel per hari (bph), dengan total investasi diestimasi mencapai US$23,6 miliar dalam 10 tahun.