JAKARTA - PDIP akhirnya memutuskan untuk mendukung incumbent Basuki T Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat di Pilgub DKI 2017. Padahal, hubungan elite PDIP sempat panas, saling serang dengan Ahok.
Sejumlah elite PDIP tak jarang mengeluarkan komentar pedas terhadap Ahok. Ahok dinilai kerap menyinggung perasaan kader-kader PDIP karena komentarnya jelang Pilgub DKI.
Namun akhirnya para petinggi PDIP yang dulu menyerang Ahok, kini harus rela menjilat ludah sendiri setelah secara resmi PDIP mengumumkan mengusung Ahok-Djarot yang disampaikan tadi malam, Selasa (20/9), di kantor DPP PDIP.
Berikut deretan elite PDIP yang berkomentar keras, menolak Ahok didukung PDIP dalam Pilgub DKI 2017 yang dikutip dari merdeka.com:
1. Ahmad Basarah
Wasekjen PDIP ini menegaskan partainya sudah tidak memiliki urusan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebab mantan Bupati Belitung Timur ini tidak mengikuti mekanisme yang ada.
Basarah mengungkapkan, Ahok tidak mendaftarkan diri dalam proses penjaringan bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Sehingga sudah tidak ada yang perlu diperdebatkan.
“Yang pasti Ahok tidak mendaftar, terakhir pernyataan dia tidak akan mendaftar lewat PDIP. Jadi saya kira selesai sudah urusan Ahok dengan PDIP, karena dia sendiri yang menyimpulkan itu,” katanya saat dihubungi, Jakarta, Kamis (4/8).
Dia mengungkapkan, partai besutan Megawati Soekarnoputri tidak akan memaksa untuk ambil bagian mendukung Ahok. Sebab, suami Veronica Tan ini merasa cukup dengan dukungan tiga partai, Hanura, NasDem dan Golkar.
“Karena merasa cukup diusung tiga partai politik, dan tidak lagi membutuhkan dukungan PDIP. Jadi Ahok yang memutuskan tidak maju lewat PDIP,” tutupnya.
2. Arteria Dahlan
Ketua DPP PDIP Arteria Dahlan rupanya khawatir dengan kepemimpinan Basuki T Purnama (Ahok) di DKI Jakarta. Hal ini bisa berdampak buruk pada citra PDIP di mata masyarakat.
Arteria mengatakan, banyak kebijakan Pemprov DKI yang tidak sesuai dengan garis perjuangan PDIP. Khususnya soal penggusuran yang kerap dilakukan DKI di bawah komando Ahok, dinilai sangat menyulitkan hidup rakyat kecil alias wong cilik.
“Jangan-jangan kebijakan Pemprov DKI dibilang kebijakan PDIP dalam konteks penggusuran,” kata Arteria saat dihubungi merdeka.com, Jumat (5/8).
Arteria menegaskan, kepemimpinan Ahok jauh dari ideologi PDIP. Menurut dia, PDIP lebih mengutamakan rakyat dalam hal pembangunan, bukan justru memberikan karpet merah bagi kapitalis.
“Kepemimpinan Ahok jauh dari ideologi partai, jauh dari pembangunan kerakyatan, jauh bagi pemerintahan yang pro rakyat. PDIP berkuasa tidak hanya mengejar tujuan, tapi dalam mencapai tujuan betul-betul bermanfaat dan dirasakan kehadiran pemerintah oleh rakyat, kalau cuma mencapai tujuan saat berkuasa, semua orang bisa, tapi prosesnya,” kata Arteria.
3. Bambang DH
Kala itu, tujuh partai politik memutuskan untuk membentuk Koalisi Kekeluargaan untuk mencari sosok yang tepat melawan bakal calon incumbent Basuki T Purnama (Ahok) di Pilgub DKI 2017.
Mereka adalah PDIP, Gerindra, Demokrat, PAN, PKB, PKS dan PPP.
Pelaksana tugas ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta, Bambang Dwi Hartono memiliki pandangan, Ahok sebagai bakal calon incumbent belum tentu bisa maju Pilgub DKI. Menurut dia, bisa saja partai pendukung Ahok seperti Golkar, NasDem dan Hanura berubah pikiran.
“Maju enggak? Sudah ada kepastian belum? Ini nanti tergantung sama tiga partai politik yang sudah dukung. Kalau satu partai ikut kami, bagaimana? Untuk DKI Jakarta ini kan butuh 22 kursi,” ujar Bambang usai menghadiri deklarasi Koalisi Kekeluargaan, Senin (8/8).
Bambang akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Plt Ketua PDIP Jakarta.
***
Dan yang paling tragis adalah kader-kader PDIP yang lantang menyanyikan "AHOK PASTI TUMBANG".
Masih ingat lagu yang sempat heboh itu?
"AHOK PASTI TUMBANG" lantang suara kader-kader PDIP arus bawah. Entah mereka nanti terbawa arus elit PDIP atau masih kukuh dengan perlawanannnya terhadap gubernur tukang gusur wong cilik.
Insya Allah Ahok tumbang, walau didukung PDIP.
[VIDEO]