Salah satu tokoh yang hadir dan memberikan orasi dalam Tabligh Akbar di masjid Istiqlal pada Ahad, 18 September 2016 kemarin adalah Dr. Hidayat Nur Wahid, MA (wakil ketua MPR-RI).
Meski singkat karena keterbatasan waktu, mantan presiden PKS ini menyampaikan sebuah ungkapan yang sarat pesan dan pelajaran dalam menghadapi perhelatan pilkada Jakarta yang akan berlangsung pada Februari tahun depan.
"Dari masjid, kita akan hadirkan Jakarta yang Jayakarta, bukan Jakarta yang Batavia", kata beliau.
Ya... JAKARTA yang JAYAKARTA.
Tertegun dengan ungkapan beliau, sepulang acara saya langsung searching di mbah google tentang sejarah Jayakarta ini.
Jujur... meski lahir dan menghabiskan masa sekolah, dari TK hingga kuliah di Jakarta, tak banyak sejarah kota ini yang sempat saya baca.
(1). Kota ini awalnya adalah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung. Bernama Sunda Kelapa, yang merupakan pelabuhan utama kerajaan Hindu Sunda yang berpusat di Pajajaran. (Wilayah Bogor saat ini).
(2). Setelah kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), otomatis perdagangan di Selat Malaka, yang merupakan pusat perdagangan rempah-rempah, sebagai komoditas utama dunia saat itu, berada dalam kontrol dan monopoli Portugis.
(3). Pedagang Arab dan Nusantara sepakat untuk memboikot pelabuhan Malaka dan mengalihkan perdagangan mereka ke pelabuhan Sunda Kelapa. Sunda Kelapa tumbuh sebagai pelabuhan penting di nusantara menggantikan Malaka.
(4). Khawatir atas boikot tsb, Portugis melakukan pendekatan dan menghasut kerajaan Pajajaran akan bahaya serangan kerajaan-kerajaan Islam yang ingin mengusai Sunda Kelapa.
PELAJARAN: Waspada kepada asing dan aseng yang ingin mengadu domba pribumi.
(5). Hasilnya... kesepakatan antara Alfonso d'Albuquerque (gubenur Portugis di Malaka) dengan Surawisewa (Raja Pajajaran), yang ditulis pada prasasti 'Padrao Sunda Kelapa'.
Isinya: "Portugis akan memberikan perlindungan kepada Kerajaan Pajajaran dari ancaman kerajaan-kerajaan Islam apabila Portugis diizinkan membeli rempah-rempah dalam jumlah besar dan mendirikan sebuah benteng di kawasan Sunda Kelapa."
(6). Mengetahui perjanjian tsb, kerajaan-kerajaan Islam di Jawa marah dan segera menyusun kekuatan untuk merebut Sunda Kelapa sebelum bernasib sama dengan Malaka.
(7). Fatahillah, nama aslinya Fadhillah Khan, seorang ulama muda asal Samudera Pasai, yang setelah selesai belajar dari Makkah menetap di Cirebon dan menikah dengan putri Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), ditunjuk sebagai panglima oleh koalisi 3 kerajaan Islam (Demak, Cirebon, Banten) untuk merebut Sunda Kelapa dari penguasa incumbent (raja Pajajaran) yang bekerjasama dengan asing (Portugis).
PELAJARAN: Ummat Islam (ormas, parpol, harokah) harus bersatu untuk merebut Jakarta dari tangan incumbent 'pajajaran' yang disokong kekuatan aseng.
Selain menikah dengan putri Sunan Gunung Jati, Fatahillah juga menikahi adik dari Raja Demak (Sultan Trenggana) dan menikahi janda Pati Unus (menantu Raden Fatah, Sultan Demak I) yang syahid dalam pertempuran melawan Portugis.
Pernikahan ini direstui oleh sang mertua (Sunan Gunung Jati) karena dapat memperkuat hubungan kerajaan Cirebon dengan Demak.
PELAJARAN: .... :D
(8). 22 Juni 1527, pasukan koalisi kerajaan Islam berhasil memukul mundur Portugis dan merebut Sunda Kelapa dari kekuasaan kerajaan Pajajaran.
(Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Kota Jakarta).
(9). Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta yang berarti 'kemenangan yang diraih'. Dan Fatahillah ditunjuk sebagai penguasa (adipati) pertama dengan gelar Pangeran Jayakarta.
(10). Penggantian nama ini dimaksudkan untuk mengingat ayat pertama surat Al-Fath (QS. 48:1) yang berbunyi "Inna fatahna laka fathan mubinan" (Sesungguhnya Kami telah memberi kemenangan kepadamu, kemenangan yang nyata).
PELAJARAN: Islam adalah ruh dan spirit yang melahirkan kota Jakarta. JANGAN dimanipulasi!
(11). Fatahillah (Pangeran Jayakarta) membangun masjid Luar Batang sebagai tempat berkumpulnya para ulama dari Demak, Cirebon, dan Banten dalam membahas berbagai persoalan dan memberi masukan kepada Sang Adipati (Pangeran Jayakarta).
PELAJARAN: Jadikan arahan ulama sebagai rujukan. #RisalahIstiqlal
-by ERWIN-