"KOMPAS MENGECILKAN SUARA UMAT ISLAM YANG MENOLAK AHOK"
Judul di atas merupakan kesimpulan saya setelah melakukan riset kecil-kecilan dan tidak menemukan berita demo kemarin mengenai penolakan umat Islam terhadap Ahok. Kompas sama sekali tidak membuat berita satu pun mengenai peristiwa penting tersebut.
Sangat mustahil redaksi Kompas tidak paham apa yang disebut sebagai "news values" dalam ilmu jurnalisme. Masa demo yang dihadiri oleh sekitar seribu orang (versi Republika dan Detik) tidak jadi berita? Sudah pasti ini merupakan kebijakan redaksi untuk tidak memberitakannya.
Riset dilakukan dengan mengunjungi akun Twitter Kompas dan memeriksa berita yang diposting dalam waktu 24 jam terakhir. Tidak ditemukan ada berita mengenai demo penolakan ini. Alih-alih membuat berita mengenai demo tersebut yang bisa merugikan Ahok, Kompas justru memposting setidaknya dua berita yang menguntungkan Ahok. Pertama, berita mengenai Ahok yang mengalahkan pamor pasangan pengantin ketika dia menghadiri undangan perkawinan, dan kedua, Ahok akan jadi saksi dalam persidangan korupsi Sanusi.
Hal yang sama dilakukan oleh Media Indonesia, koran lain yang juga mendukung Ahok. Tak ditemukan satu pun berita yang sama diposting di akun Twitter-nya dalam waktu 24 jam terakhir.
Edward Said dalam buku "Culture and Imperialism" (1993) menggunakan teknik atau metode yang disebut sebagai "contrapuntal reading" dalam memahami teks yang ditelitinya. Metode ini mencari yang tidak dikatakan atau dihilangkan dalam teks untuk memahami isi pikiran pembuatnya. Jadi, kita bisa tahu isi pikiran Kompas, juga Media Indonesia, dalam merespon penolakan umat Islam terhadap Ahok. Suara mereka sengaja dihilangkan dengan tidak dijadikan berita.
(Hasil pengamatan Buni Yani, eks peneliti di Universitas Leiden, Belanda)
*Sumber: fb penulis