[portalpiyungan.com] Meliana (41), warga keturunan Tionghoa yang disebut sebagai ‘biang kerok’ kerusuhan hingga terjadi aksi pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah di Tanjungbalai, lolos dari jeratan hukum dan tidak jadi tersangka. Pasalnya, nama Meliana tak muncul dari 17 tersangka yang sudah ditetapkan polisi.
Sebelumnya polisi telah tetapkan 12 tersangka dan menetapkan 5 tersangka baru dalam kerusuhan yang mengakibatkan sejumlah rumah ibadah rusak di Tanjungbalai, Sumatera Utara (Sumut). Kini, total sudah ada 17 tersangka yang ditetapkan polisi.
"Lima tambahan tersangka itu kasus perusakan," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting dalam keterangannya, Senin (1/8/2016), dikutip detikcom.
Rina menuturkan, sejauh ini polisi sudah mengumpulkan barang bukti berupa batu, dua patung dan CCTV sebagai barang bukti dari kerusuhan yang terjadi pada Jumat (29/7) lalu itu.
"CCTV itu sebagai petunjuk. Para tersangka itu dengan rincian delapan orang pencurian dan sembilan orang perusakan," ungkapnya.
Menurutnya, warga yang telah ditetapkan sebagai tersangka merupakan pelaku langsung kerusuhan. Sedangkan, Meliana, wanita etnis Tionghoa yang meminta pengurus Masjid Almakshun, untuk mengecilkan suara mikropon masjid itu sehingga memicu kerusuhan, tidak dijadikan sebagai tersangka. “Kalau Meliana tidak, dia bukan tersangka. Dia sebagai saksi,” ujarnya, dikutip medansatu.
Sementara itu, politisi PDIP Eva Kusuma Sundari menilai, keberatan yang diajukan seorang penduduk di Tanjung Balai terhadap pengeras suara masjid untuk adzan bukan suatu kejahatan.
"Protes tersebut wajar dan bukan bentuk kejahatan," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 31 Juli 2016, dikutip Tempo.
Kerusuhan berbau SARA di kota Tanjungbalai Sumut bermula dari Meliana yang disebut-sebut sempat memaki seorang imam yang sedang mengumandangkan adzan shalat Isya di masjid Al Maksum Jl.Karya Tanjungbalai tepatnya di depan rumahnya sendiri.
Akibatnya massa melampiaskan kemarahannya dengan merusak rumah warga etnis Cina yang keberatan dengan suara azan tersebut dan beberapa vihara di Kota Tanjungbalai dibakar.
Sekretaris Forum Umat Islam (FUI) Tanjung Balai, Ustaz Luthfi Ananda Hasibuan mengatakan peristiwa tersebut menjadi puncak kemarahan warga akibat sikap warga etnis Cina yang selama ini arogan. "Mereka suka menyepelekan, suka semena-mena, jika kesenggol sedikit langsung marah dan tak segan-segan mengajak berkelahi," ujarnya saat dihubungi Suara Islam Online, Sabtu (30/7/2016).
"Dan sudah menjadi rahasia umum, sekitar Vihara sering terjadi prostitusi, mereka menjual anak-anak kita dari kaum muslimin," tambah Ustaz Luthfi.
Karena itulah, kata dia, warga sudah lama geram. "Selama ini kita sudah bersikap sabar, namun karena sudah keterlaluan dan kemarahan warga tak terbendung jadi sekarang ini puncaknya," ungkapnya.