[portalpiyungan.com] JAKARTA - Presiden Joko Widodo akhirnya memberhentikan dengan hormat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, Senin (15/8/2016) malam.
Pencopotan ini menyusul isu dwi-kewarganegaraan yang dimiliki Arcandra.
"Menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Saudara Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Senin malam
Pencopotan Menteri ESDM Arcandra Tahar memicu beragam komentar, baik dari politikus maupun pengamat. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menilai, pencopotan Arcandra Tahar baru menyelesaikan sebagian masalah.
"Pencopotan pak @arcandra_tahar selesaikan sebagian masalah. Tp blm cukup, msh banyak misteri yg hrs kt ungkap demi kebaikan bersama! @jokowi," ujar Sohibul di akun Twitternya @msi_sohibuliman, Selasa (16/8).
Menurut Sohibul, pemberhentikan Arcandra merupakan keputusan berat, namun tepat. Kasus ini juga menjadi pelajaran mahal tentang good governance.
"Ini keputusan berat tapi tepat Presiden @jokowi berhentikan Menteri ESDM, AT. Pelajaran mahal ttg good governance," lanjutnya.
Presiden Jokowi sendiri sampai saat ini belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait Arcandra Tahar. Pencopotan Arcandra hanya disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara tanpa penjelasan tentang status kewarganegaraan Arcandra.
Publik hingga saat ini masih mendesak Presiden Jokowi untuk tarnsparan menjelaskan langsung duduk persoalannya kepada rakyat.
Kalau presiden tidak mau menjelaskan secara transparan maka sudah merupakan kewajiban lembaga DPR sebagai wakil rakyat untuk menindaklanjuti sesuai kewenangannya.
"Akankah DPR menggunakan hak pamungkas untuk memecah kebuntuan @msi_sohibuliman?" demikian tanya netizen @regonggo pada Presiden PKS terkait "misteri" yang masih belum terungkap.
Menurut pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, karena presiden sudah melanggar UU dengan alat bukti dicopotnya kembali Archandra dari jabatan Menteri ESDM, sebetulnya DPR sudah boleh memulai proses pemakzulan.
Namun Margarito pesimistis DPR bisa memulai proses pemakzulan sebab nyaris semua fraksi di DPR bergabung dengan pemerintah. Hanya tersisa dua partai oposisi, PKS dan Gerindra.
“Anda bisa bayangkan, dari sembilan fraksi di DPR, hanya dua yang berada di luar pemerintahan.
Akibatnya hal-hal yang serius menjadi ecek-ecek dan masalah ecek-ecek jadi fundamental,” tegasnya.