Pasca Archandra, Publik Menggugat Kewarganegaraan Menteri BUMN Rini Soemarno


[portalpiyungan.com]  Publik kini banyak bertanya setelah Jokowi akhirnya memutuskan memberhentikan dengan hormat Archandra Tahar dari posisinya sebagai Menteri ESDM. Pertanyaan yang kini muncul adalah mengenai status kewarganegaraan Menteri Rini S Soemarno menteri BUMN

Rini Mariani Soemarno atau biasa dikenal Rini Soemarno diketahui lahir di Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958. Amerika Serikat adalah penganut prinsip kewarganegaraan ius soli, yakni hak kewarganegaraan individu berdasarkan wilayah tempat dia dilahirkan.

Rini pernah berpindah Amerika Serikat, Jakarta, dan Belanda karena tugas ayahnya. Rini mendalami studi ekonomi di Wellesley College, Masschusetts, Amerika Serikat pada tahun 1981. Setelah lulus, Rini sempat magang di Departemen Keuangan Amerika Serikat dan memulai karirnya dengan bekerja di Citibank Jakarta pada tahun 1982.

Ayah Rini, Soemarno, merupakan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan Kabinet Kerja III periode 1960-1962. Pada tahun 1962-1963, Soemarno masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dan juga Menteri Urusan Bank Sentral Kabinet Kerja IV.  Kemudian mulai 1964-1966, Soemarno menjabat sebagai Menteri Koordinator Kompartimen Keuangan di empat kabinet yang berbeda.

Alasan ditunjuknya sebagai Gubernur Bank Indonesia ialah karena Soemarno pernah menjabat sebagai Eksekutif Direktur Bank Internasional untuk Rekontruksi dan Pembangunan di Washington mulai 1 November 1958 hingga Oktober 1960.

Tahun 1982, setelah mendapat kesempatan bekerja magang di Departemen Keuangan AS, Rini memutuskan kembali ke Indonesia. Rini bekerja di Citibank Jakarta. Karirnya terus melesat hingga menggapai kursi Vice President yang menangani Divisi Coorporate Banking, Marketing and Trainning.

Sukses di Citibank membuat Rini banyak dilirik eksekutif papan atas, Namanya sangat populer di kalangan head hunter.. 

Tahun 1989 ia kemudian memilih pindah ke PT Astra Internasional. Karirnya mencapai puncak saat tahun 1990 dipercaya William Soeryadjaya, komisaris perusahaan itu untuk menduduki kursi Direktur Keuangan Astra Internasional sampai 1998.

Awal 1998, Rini ditarik ke jajaran birokrasi. Ia dipilih Menteri Keuangan saat itu, Fuad Bawazier, untuk membantunya menjadi asisten bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional.

Pada tahun yang sama, tepatnya bulan April, pemerintah juga mengangkatnya menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dua jabatan itu hanya dijalani Rini dalam hitungan bulan. Merasa tak dapat berkembang maksimal, Rini mengundurkan diri dari dua jabatan tadi dan kembali ke Astra Internasional.

Rini kembali ke Astra tepat saat perusahaan itu nyaris karam terhempas badai krisis keuangan global. Beberapa langkah segera Rini ambil, seperti program efisiensi usaha melalui pemotongan gaji jajaran eksekutif, penutupan jaringan distribusi yang kurang strategis, serta pengurangan 20 persen karyawan dari 100 ribu karyawan Astra saat itu.

Selain itu, Rini juga mengajak karyawan menjadi bagian dari pemegang saham Astra sehingga kepentingan pemegang saham, perusahaan dan karyawan bisa selaras. Langkah lainnya adalah merestrukturisasi utang Astra Internasional yang mencapai US$ 1 milliar dan Rp 1 trilliun. Akibat langkah-langkah itu, keuntungan Astra untuk seluruh tahun 1999 mencapai Rp 800 milliar dari kerugian mencapai Rp 1,976 trilliun tahun 1998.

Kerja keras Rini berbuah manis dengan munculnya seri otomotir Kijang Baru yang penjualannya laku keras di tengah krisis.

Namun, kerja keras dan prestasi Rini itu berbenturan dengan pemegang kebijakan. Kapal yang dinahkodainya dinilai Cacuk Sudaryanto, kepala BPPN yang baru, sebagai tidak kooperatif. Ini berkait dengan rencana BPPN melepas saham Astra yang dipegang pemerintah. Rini dinilai tidak memuluskan pelepasan saham itu karena tidak suka pada investor yang dipilih BPPN.

Rini sempat berang dengan tudingan itu dan mengirim surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Isinya membantah apa yang diungkapkan Cacuk. Buntutnya terjadi silang pendapat soal rencana penjualan saham Astra dan penggantian dirinya.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang sarat emosi tanggal 8 Februari 2000, dua tahun setelah ia dipilih dalam ajang yang sama, Rini harus merelakan kursi Presiden Direktur Astra Internasional kembali kepada Theodore Permadi Rachmat, mantan atasannya ketika ia masih menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan itu.

Lepas dari Astra tak berarti Rini habis. Rini sempat aktif dalam perusahaan otomotf yang memproduksi sepeda motor Kanzen. Perusahaan tersebut sebearnya dimiliki oleh Didik Soewandi, yang kala itu masih berstatus sebagai suami Rini.

Rini Soemarno merupakan menteri yang bukan berasal dari partai, namun kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, membuat Rini kerap dikaitkan dengan PDI P

Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo pun membantah bahwa Rini adalah anggota atau kader partai. Menurut Tjahjo, Rini sudah dekat jauh sebelum menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian era Megawati Soekarnoputri.

Rini dan Mega sudah saling kenal sejak lama. Jauh sebelum keduanya menduduki posisi politik di negeri ini. Rini menceritakan sejarah kedekatan ayahnya dengan Presiden Soekarno, ayah Megawati. Dia mengatakan kakak tertuanya seumuran dan bersahabat dengan Guntur Soekarnoputera (kakak Megawati). Kakak perempuannya satu sekolah dengan Sukmawati Soekarnoputri (adik Megawati). Namun secara pribadi,

Rini baru intens berinteraksi dengan Megawati. Rini membantah kedekatannya dengan Megawati membuat dia terpilih menjadi Kepala Tim Transisi Pemerintahan Jokowi

Terkait berbagai informasi di atas, maka disinyalir Menteri Rini pun berdwi-kewarganegaraan. Karena Amerika Serikat (AS) menganut paham kelahiran berdasarkan tempat, Rini yang lahir di AS pun ditengarai masih mengantongi WN AS. Namun, Rini selama ini dianggap "aman" karena telah lama berkarir di Indonesia dan cukup dekat dengan Megawati.

Informasi terkait status kewarganegaraan Rini Soemarno harus kembali diklarifikasi secara valid, agar tidak ada beda perlakuan antara apa yang diterima oleh Archandra Tahar berdasarkan keputusan Presiden yaitu pemberhentian dengan hormat


Baca juga :