[Menyorot PKS Era Sohibul Iman] Konservatif Ilmiah yang Belum Terpenuhi


Konservatif Ilmiah yang Belum Terpenuhi

[Catatan Yusuf Maulana, penulis buku "Konservatif Ilmiah"]

Saya tidak meminjam platform AKP bentukan Erdogan, yang menyebut "konservatif demokrasi", sebagai harapan dan masukan bagi PKS era Dr Sohibul Iman. Bukan adaptasi ataupun plagiasi ide. Saya baru dalami bacaan AKP akhir-akhir ini saja. Mungkin ada kesamaan tapi penekanan agenda utamanya berbeda. Para petinggi dan elit AKP sudah intelektual lantaran mereka mayoritas jebolan sebuah lembaga think tank era Erbakan: Millî Görüş. PKS? Masih parsial soal budaya ilmu.

Setahun lalu saya menaruh asa, partai di bawah Dr Sohibul akan lebih rasional lewat kedalaman telaah intelektual dalam setiap geraknya. Akrobat politik yang sekadar ingin tandaskan sebagai partai terbuka sudah seharusnya diganti dengan pola berpikir ilmiah. Pikiran besar yang muncul tiba-tiba dan diputuskan sebagai sikap partai di era sebelumnya, diganti menjadi tradisi intelektual yang bertopang pada budaya ilmu kolektif. Bukan andalkan satu-dua orang elit. Bukan masalah, isu-isu moral tetap jadi perhatian. Yang jelas dalam konservatif, budaya ilmu dikembangluaskan.

Meski bukan tercatat sebagai anggota partai tersebut, saya masih menaruh asa pada PKS dalam mengembangkan budaya ilmu. Partai ini, dengan keterbatasan yang ada, harus didukung mengembangkan potensi yang ada; anak muda dan intelektualitas yang masih belum digali, misalnya.

Buku "Konservatif Ilmiah" (2016) adalah penanda besarnya asa dan prasangka saya pada jajaran Dr Sohibul Iman. Membayangkan PKS bekerja dengan intelektual rapi, yang salah satunya dalam soal revolusi literasi dan pembenahan pendidikan dasar di jejaring sekolahnya. Tidak ingin jadi buku "berat" dan sok ilmiah, saya hanya menyajikan mozaik esai ringan.


Belum genap setahun, saya terkejut dengan tindakan yang bukan wakili konservatisme. Melainkan tindakan politis yang tidak ilmiah. Menendang kader partai, Fahri Hamzah, dengan sebab dan latar yang remeh temeh. Saya tidak akan bahas soal polemik pemecatan sang politisi. Logika, sikap, manajemen isu, hingga pengondisian ke kader di sekitar kasus Fahri sungguh belum perlihatkan PKS ilmiah dan konservatif (dalam arti mau jalankan moral Islam). Ini sungguh menyedihkan. Aib terbuka di ruang publik padahal mestinya bisa ditangkal sebagai dinamika internal belaka. Dan sebagian kader di bawah pun kian memperlihatkan kapasitas sebenarnya: mereka belum siap memegang amanah kenegaraan; baru sebatas tingkat lokal.

Dari sini saya pun merenung, "Akankah mereka, mungkin juga saya dan kita, hanya berkutat puas sejauh itu saja? Bukankah kita acap idamkan AKP dan Erdogan? Padahal, sebelum serupa platform konservatif demokrasi, budaya ilmu niscaya dijalankan. Adab menyangka baik salah satu manifestasi sederhana. Tidak bergegas menilai tak patut kader yang bahkan sudah perlihatkan amal ke publik--dan publik mendukung apik.

NB:
Ihwal pemesanan buku ini (kabarnya hendak cetak ulang, insyaa Allah) langsung ke Penerbit SAGA lewat +62 856 55396657

__
*Sumber: fb penulis


Baca juga :