Membandingkan Nyali Jokowi dan Duterte


[portalpiyungan.com] Keberanian Duterte melawan kartel narkoba yang melibatkan pejabat tinggi sipil maupun militer Filipina menuai kecaman PBB.

Menanggapi kecaman dan tekanan PBB tersebut, Duterte tak gentar. Ia menyerukan Filipina akan keluar dari keanggotaan PBB. Sungguh dibutuhkan nyali yang luar biasa bagi seorang pemimpin yang negaranya selama ini dikoyak oleh berbagai persoalan.

Disintegrasi bangsa, korupsi yang sudah mengakar, bisnis narkoba yang menggurita, dan tuan tanah yang memiliki pasukan bersenjata sendiri, selama ini mewarnai kehidupan Filipina. Namun itu semua tak mengurangi keberanian Duterte untuk menghabisi kartel narkoba mulai dari hulu sampai hilir. Duterte siap untuk menjadi tidak populer, siap dikecam, dan dikucilkam dari pergaulan dunia.

Bagaimana dengan Jokowi? Apakah keberanian yang sama juga dimiliki oleh Jokowi? Mari kita lihat fakta-fakta berikut ini.

Kita mendengar kabar Jokowi mengatakan, "Kalau Undang-Undang memperbolehkan, 'dor' mereka!"

Faktanya, hingga saat ini yang dieksekusi mati hanya para pengedar dan para penyelundup narkoba. Sementara mereka yang berada di balik kegelapan bisnis haram ini tak tersentuh oleh hukum.

Mereka yang menjadi pelindung amannya transaksi narkoba seperti menjadi bagian terpisahkan yang tak terendus keberadaannya oleh hukum Indonesia. Mereka bagaikan air, sementara para pengedar seperti minyak. Padahal, kalau ingin memberantas tuntas narkoba, pemerintah harus jujur dan berani menghukum siapa saja yang terlibat dalam bisnis haram ini tanpa pandang bulu. Termasuk anak presiden sekalipun, jika bersalah, bila perlu harus ditembak mati.

Kicauan Freddy Budiman yang diikuti oleh gegernya tiga instansi besar; TNI, kepolisian, dan BNN, membuktikan pemerintah belum mampu menjangkau para "pemain" yang sesungguhnya.

Dalam hirarki bisnis narkoba, Freddy Budimana hanyalah cecunguk. Dia hanya curut kecil. Sementara penyokong dana dan penjamin kelancaran transaksi hingga kini masih bebas berkeliaran dan aman dari timah panas yang akan menghabisi nyawa mereka.

Jangankan dikecam PBB, mendapat tekanan dari sosmed saja, Jokowi sudah bimbang. Bagaimana mau menyatakan perang terhadap narkoba?

Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2016 lalu,  Jokowi tak menyinggung sedikitpun soal pemberantasan narkoba. Artinya, pemberantasan narkoba bagi Jokowi bukanlah hal penting. Jokowi tidak punya nyali untuk menghabisi kartel narkoba di Indonesia.

Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa kepemimpinan Jokowi disokong oleh mereka-mereka yang hidup dari bisnis haram narkoba.

Jadi, berharap Jokowi mempunyai nyali adalah mimpi.
Baca juga :