Kisruh Program Sejuta Rumah, Ketika Pengembang Mulai Membangkang dan Dana Tak Kunjung Datang


[portalpiyungan.com] Program sejuta rumah di era Joko Widodo-Jusuf Kalla, jalan terus. Sampai 4 Agustus 2016 terbangun 230.802 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan non-MBR.

Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Rumah Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Baby Setiawati Dipokusumo mengatakan, realisasi rumah baru untuk MBR sebanyak 179.718 unit.

"Sementara targetnya 700.000 unit. Sementara rumah non MBR terbangun 51.084 unit rumah, targetnya 300.000 unit rumah," papar Baby melalui rilis kepada media di Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2016.

Angka tersebut tercatat dari datatan perbankan atas pengajuan KPR subsidi dan nonsubsidi. Baik perbankan di pusat maupun daerah, serta data pembangunan melalui APBN dan rencana melalui APBD.

Baby mengemukakan, kendala yang masih dirasakan pengembang dalam merealisasikan program sejuta rumah adalah masalah klasik yakni suplai dan penyediaan lahan. Alhasil, perumahan yang dibangun berada di lokasi yang kurang strategis, karena mahalnya lahan.

Sandungan lainnya, lanjut Baby, masih banyak regulasi atau perizinan yang harus dipenuhi pengembang. Belum lagi tumpang tindihnya peraturan daerah dengan pemerintah pusat.

Padahal,  Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden No 3/2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan belum diimplementasikan dengan baik di daerah. Beleid ini diharapkan memberikan kemudahan bagi pengembang untuk membangun perumahan, sehingga terealisasi sejuta rumah.

"Dibutuhkan kepedulian dari semua pemangku kepentingan dalam menyukseskan Program Sejuta Rumah," papar Baby.

Agar program ini bisa sukses, lanjut Baby, Kementerian PUPR terus berupaya mencari solusinya. Termasuk mencari sumber pendanaan untuk pembiayaan program Sejuta Rumah di luar APBN.

"Dibutuhkan dana jangka panjang yang cukup besar dari pasar modal dalam mendukung penerbitan KPR yang terjangkau. Untuk itu perlu penguatan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan (secondary mortgage corporation) dalam mengakses dana jangka panjang dari pasar modal sekaligus pengembangan pasar pembiayaan sekunder perumahan (secondary mortgage market", tutup Baby.

Baca juga :