Fitrah Anak & Pendidikan Abad 21: Fenomena Seleb

(ilustrasi)

Seorang anak perempuan berjilbab, anak dari keluarga dokter terpandang, dengan ranking dan nilai UN terbaik seluruh SMP di kotanya, pindah melanjutkan SMA ke Jakarta.

Tak berapa lama kemudian dia berubah menjadi ratu dan icon bagi banyak ABG di dunia maya. Kecakapannya menciptakan konten di Youtube, Instagram dsbnya, kepiawaiannya membangun personal branding dengan mengusung topik topik seru kehidupannya sehari hari itu menjadi viral di kalangan remaja sehingga membuatnya menjadi jutawan dan konon mampu membeli rumah sendiri, dstnya.

Itu semua membuktikan betapa berhasilnya sistem persekolahan nasional melahirkan pembelajar sejati yang kreatif dengan kecakapan abad 21 yang dicita citakan banyak sekolah modern bahkan dia menjadi youtuberpreneur yang hebat dan banyak diteladani remaja.

Bagi anda yang memuja kecerdasan dan kreatifitas bisa jadi menganggap anak ini sukses. Lihat saja betapa fitrah belajarnya dan kreatifitasnya tumbuh hebat, fitrah individualitas dan sosialitas juga nampak tumbuh sangat mumpuni dengan banyaknya follower, fitrah bakatnya mengelola konten yang digemari sangat berkembang sehingga bahkan menghasilkan uang dsbnya.

Namun tahan dulu kekaguman anda, mengapa? Karena ternyata kecerdasan dan kreatifitas serta keterampilan abad 21 dsbnya itu tidak dibarengi tumbuhnya fitrah lainnya terutama fitrah keimanan dan adabnya. Lihatlah, betapa fitrah imannya dan adabnya anjlok, dia kini bahkan membuka jilbabnya dan sama sekali nampak tidak mencintai Tuhannya bahkan terkesan membenci dan melupakanNya.

Lihatlah konten film dan tulisan yang dihasilkan jauh daripada beradab dengan menampilkan kisah pacarannya yang panas dengan pacarnya, ditambah penampilannya yang kini sudah setengah telanjang dengan rambut dicat pirang dan pakaian minim. Jilbabnya sudah entah kemana. Menampilkan aurat dan konten yang menebarkan kerendahan moral di publik sudah menjadi tradisinya.

Begitupula fitrah seksualitas dan cintanya menyimpang, itu ditunjukkan bahwa dia menjadi pemudi yang galau parah, haus cinta dan kasih sayang, kering kedekatan dengan kedua orangtuanya. Baginya, berpacaran menjadi cita cita tertinggi hidupnya, bahkan mengatakan rela meninggalkan kuliah di kedokteran demi pacarnya. Kuliah di kedokteran itu sibuk, lalu kapan bisa banyak waktu untuk pacarnya, begitu katanya di dunia maya.

Nampaknya anak ini membenci orangtuanya dan juga membenci kedokteran. Barangkali pernah dipaksa untuk belajar sehebat hebatnya di sekolah agar menjadi dokter yang bukan keinginannya dan kini memberontak sejadi jadinya.

Bahasanya kini amburadul ditunjukkan dengan seringnya diumbar kata kata kasar, sense of estetika dan etikanya menyedihkan kacau balau dengan selalu menampilkan narsis dan keindahan fisik yang mengumbar syahwat para ABG semata. Ini membuktikan fitrah estetika dan bahasanya juga menyimpang.

Kita doakan semoga ananda di atas juga anak anak kita yang tersesat lainnya agar diberi hidayah oleh Allah dan disadarkan dari fitrah yang menyimpang lalu kembali kepada fitrahnya dan agama yang fitri.

Justru kita sekarang, para orangtualah yang harus bertaubat, harus merenungkan kembali apakah pendidikan itu cuma bertujuan melahirkan atau membuat anak anak sebagai pembelajar yang hebat dan menguasai keterampilan abad 21? Atau melahirkan entrepreneur hebat semata?

Juga mari renungkan apakah selama ini kita selalu memaksa anak anak untuk menjalani peran yang bukan dirinya?

Sementara kita abai dan lalai terhadap fitrah anak anak kita, karena ternyata semua fitrah harus tumbuh bersamaan, serasi dan selaras. Jangan sampai ada fitrah yang menyimpang dan adab yang melenceng. Ada banyak fitrah yang orangtua harus urun tangan langsung dan tidak bisa diserahkan ke sekolah.

Well Schooled tidak berarti Well Educated. Nilai tinggi pada mata pelajaran tidak lantas membuat seseorang tumbuh fitrahnya dengan baik dengan adab serta akhlak yang mulia.

Salam Pendidikan Peradaban.

‪Pendidikan berbasis fitrah‬ dan akhlak.


___
*Dari fb Harry Santosa

Baca juga :