EKSEKUSI MATI FREDDY BUDIMANTIDAK SAH! INI BUKTINYA


[portalpiyungan.com] Pengacara Boyamin Saiman menyambangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), tujuannya adalah untuk mengadukan keabsahan hukuman mati terhadap Fredi Budiman, Humprey Ejike dan Seck Oesman. Lelaki yang menjadi kuasa hukum bagi Saad Rusli, pemohon uji materi UU Grasi di MK, menyebut eksekusi itu tidak sah karena masih dalam proses pengajuan permohonan grasi.

Dalam aduannya, Boyamin meminta Komnas HAM untuk melakukan pengkajian ulang terhadap pasal 3 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17/PUU-XIII/2015.

"Mengajukan ke Komnas HAM apakah eksekusi itu sah, kalau klaim saya enggak sah karena mereka masih melakukan grasi dan belum dijawab Presiden," kata Boyamin di Kantor Komnas HAM di jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Agustus 2016.

Lebih lanjut Boyamin menerangkan pada Pasal 3 UU Nomor 2/2002 tentang Grasi menyatakan permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.

Hal itu dipertegas kembali oleh Boyamin dengan menunjukkan Pasal 13 UU yang sama. Pasal itu disebutkan bagi terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga terpidana yang mengajukan permohonan grasi pidana mati tidak dapat dilaksanakan sebelum keputusan presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana. Dengan demikian, eksekusi harus ditunda hingga ada keputusan presiden.

"Jadi enggak boleh dieksekusi sampai ada jawaban grasi dari presiden,"ujar Boyamin.

Tak hanya itu, dalam putusan MK Nomor 17/PUU-XIII/2015 sebagaimana dikutip Boyamin, jaksa eksekutor harus berhati-hati dalam menghadapi terpidana mati yang sedang mengajukan PK. Jangan sampai, imbuh Boyamin, eksekusi dilakukan sebelum adanya keputusan dari presiden.

"Poin pentingnya ini, permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana mati maupun keluarganya," tegas Boyamin.

Untuk itu, kalau ternyata eksekusi itu terbukti menyalahi aturan, maka pihak teradu telah melakukan pelanggaran HAM. Sehingga kematian 3 terpidana mati itu bisa dikatakan sebagai pembunuhan.

"Kalau tidak sah, ini pelanggaran HAM dan bisa dikatakan pembunuhan. Karena kan mereka (3 terpidana mati) itu masih punya waktu 6 bulan dalam menunggu keputusan dari presiden," ujar Boyamin.

Memang jika yang diadukannya itu ternyata benar tak akan membuat 3 terpidana mati itu hidup kembali. Namun hal ini bisa dijadikan bahan pembelajaran agar pihak Kejaksaan lebih berhati-hati dalam mengeksekusi terpidana mati.

"Minimal biar tidak terulang kembali. Kalau ada pelanggar hukum ya nanti Komnas HAM yang menangani kasusnya," tutup Boyamin.
Baca juga :