[portalpiyungan.com] Presiden Filipina, Rodrigo Duterte menyatakan ia akan tetap mengedepankan cara-cara perdamaian dalam polemik Laut China Selatan. Meski begitu ia tetap memperingatkan China akan ada pertumpahan darah jika tetangga Asia yang superior dalam militer itu melanggar wilayah negaranya.
Hal itu diungkapkan oleh Duterte dalam pidato dihadapan pasukan Filipina di sebuah kamp militer yang berada di sebelah timur dari Manila. Duterte mengatakan China harus bersikap damai dan ia tidak menginginkan adanya perang, tetapi siap untuk mengambil pendekatan yang lebih keras.
"Saya menjamin kepada mereka, jika Anda masuk ke sini, itu akan menjadi pertumpahan darah. Dan kami tidak akan memberikan kepada mereka dengan mudah. Ini telah ada dalam tulang tentara kami," kata Duterte seperti dikutip dari Asian Correspondent, Kamis 25 Agustus 2016.
Duterte menegaskan, ia tidak sedang memprovokasi China dengan respon agresif. Dia mengatakan pemerintah Filipina berniat untuk meredakan ketegangan dengan mengirimkan utusan, tetapi siap untuk mengambil pendekatan yang lebih keras.
"Kami tidak ingin menciptakan neraka sekarang karena keputusan arbitrase, tetapi akan datang suatu waktu yang kita harus melakukan beberapa perhitungan tentang hal ini. Mereka yang lebih baik datang dengan apa yang mereka inginkan. Karena apakah kita suka atau tidak, bahwa desakan untuk menjalankan keputusan arbitrase tidak hanya datang dari Filipina tetapi seluruh negara di Asia Tenggara," tukasnya.
Ancaman Filipina ini berbanding terbalik dengan sambutan Indonesia kepada China yang masuk ke Indonesia dalam berbagai unsur. Mulai dari kebudayaan hingga ketenagakerjaan. Mulai dari investor hingga buruh kasar.
Pemerintah Indonesia bahkan tak segan melanggar Undang Undang Ketenagakerjaan dan bersembunyi di balik MoU BtoB, padahal yang terjadi sebenarnya adalah GtoG.
Keterbukaan Indonesia kepada China memang sudah sejak lama terjadi. Namun pada di Era Jokowi inilah, pemerintah secara terang-terangan memberi angin kepada China.