Antara Ghibah, Menutup Aib Muslim dan Membongkar Kejelekan Pemerintah


Rasulullah SAW bersabda:

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

"Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." (Shahih Muslim, IV h.2074)

Kalimat ini mengandung jaminan bagi seorang muslim yang menyembunyikan kejelekan orang, akan mendapat perlindungan Allah SWT di akhirat dari terungkapnya kehinaan. Hari akhirat adalah hari terbukanya segala perbuatan baik, maupun jahat yang dilakukan manusia. Rasul SAW dengan hadits ini mendorong agar menutupi aib sesama muslim yang mesti ditutupi. Orang yang mesti ditutupi aibnya antara lain orang yang pernah berbuat salah kemudian bertaubat. Adapun cara menutupi aib sesama muslim yang terlanjur sudah terungkap di khalayak umum, antara lain dengan cara mengungkap kebaikan-kebaikannya, karena tidak mungkin yang buruk itu tidak memiliki kebaikan sama sekali. Cara ini tersirat pada firman Allah SWT:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

"Sesungguhnya perbuatan baik itu menghilangkan perbuatan jelek." (QS.11:114)

Dengan  mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang yang memiliki keburukan akan nampak ada keseimbangan.

Namun aturan ini tidak berlaku dalam penegakkan hukum yang mesti membongkar kesalahan orang jahat di depan pengadilan. Mengungkap kesalahan penjahat untuk mencegah dan menghentikannya serta menghukum orang yang bersalah merupakan kewajiban setiap orang. Menyembunyikan kesalahan orang jahat di pengadilan adalah sama dengan bersekongkol dalam kejahatan. Allah SWT berfirman:

"Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan taqwa. Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran." (QS. 5:2)

Mengungkap kejelekan orang yang berbuat jahat karena sebagai saksi di persidangan adalah suatu kewajiban dalam rangka nasihat. Kewajiban saksi adalah bicara secara jujur, walau mesti membongkar kejelekan orang. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

"Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.2:283)

Ayat ini memerintah agar saksi mau menyampaikan apa adanya tentang yang diketahuinya, walaupun mesti mengungkapkan kesalahan orang lain. Mengungkap kesalahan orang lain, karena jadi saksi dalam persidangan, tidak termasuk ghibah yang tercela, melainkan termasuk nasihat yang wajib.

Tidak semua menjelekan orang itu termasuk ghibah yang tercela, tergantung pada situasi dan kondisi keperluannya.

Imam al-Hasan menandaskan:

"Menjelekan tiga orang, tidak termasuk ghibah yang tercela. Yaitu: orang yang suka memenuhi hawa nafsu, orang fasiq (yang suka maksiat) secara terang-terangan, dan pemerintah yang jahat."

Ibn al-Imad setelah menelaah berbagai ayat dan hadits menyimpulkan bahwa menjelekkan orang yang dibolehkan itu mencapai 40 kondisi antara lain: rawi hadits tentang sanad, bendahara mengungkap ketidakjujuran orang, saksi di peradilan, pengawas keuangan atau waqaf.

Al-Syawkani dalam salah satu babnya diberi nama بَاب لاَ غِيْبَةَ لِفَاسِق أو مُنَافِق (Bab: Tidak Termasuk Ghibah Bagi Fasiq atau Munafiq).

Dengan demikian menutupi aib atau kejelekan sesama muslim sangat dianjurkan, kecuali dalam keadaan mendesak demi kemaslahatan orang yang lebih banyak. Orang yang menutupi aib sesama muslim akan ditutupi kesalahannya oleh Allah SWT, baik dengan ampunan atau dengan cara yang lainnya.[]


Baca juga :