Tak Punya Rasa Malu, Jadi Bulan-Bulanan Media Luar Negeri, Jokowi Tetap Ndableg



[portalpiyungan.com] Kemunculan setidaknya tiga pemberitaan media dunia terkait Indonesia dalam hitungan tak sampai sebulan, semestinya bisa membuat Indonesia bangga. Sayangnya, tak satupun dari ketiga berita tersebut berisikan sesuatu yang patut membuat Indonesia bangga.

Bahkan sebaliknya, tiga tulisan media asing, The Australian dari Australia, The Daily Mail dari Inggris dan NOS (Nederlandse Omroep Stichting) dari Belanda menguliti kebobrokan pemerintah Indonesia. Bahkan, Greg Sheridan dari The Australian secara khusus membidik Jokowi sebagai tokoh di balik kehancuran situasi Indonesia saat ini.

"Kepemimpinan Jokowi sudah hancur dan tak dapat diharapkan lagi. Ekonomi Indonesia stagnan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama merosot ke angka 4.7%.  Banyak lembaga internasional memprediksi, total pertumbuhan tahun ini akan di bawah 5%. Pertumbuhan ekonomi pada kepemimpinan SBY sekitar 6%.." demikian tulis Greg dalam opininya yang ditulis tanggal 25 Juni 2016 lalu.

Tak hanya mengulas soal kegagalan Jokowi di bidang ekonomi, dalam bidang politik pun Jokowi dianggap kedodoran menghadapi kekuatan politik Megawati yang masih mendominasi dirinya. Greg mempersoalkan penempatan para menteri di kabinet Jokowi dan menulis tajam bahwa Jokowi gagal melindungi KPK dari jerat kekuasaan.

Sementara Richard Shears dari Daily Mail online mengisahkan tragedi mudik di ruas tol Brebes dan mengungkap dengan penuh empati musibah tersebut. Berbanding 180 derajat dengan pejabat Indonesia, yang tanpa malu justru saling melempar tanggungjawab.


"Terjebak dalam mobil dan bus dalam suhu tinggi , banyak penumpang dan pengemudi pingsan. Korban meninggal mulai terus meningkat karena orang-orang enggan untuk meninggalkan kendaraan mereka karena kemacetan yang hanya maju seinchi demi seinchi dari jam ke jam", tulis Richard pada berita yang dirilis kemarin, Kamis 7 Juli 2016.

Senada dengan Richard dari Daily Mail. Michel Maas, koresponden NOS menuliskan bahwa kegiatan mudik yang rutin terjadi setiap tahun dan sudah dipahami oleh rakyat Indonesia sebagai suatu tradisi yang akan menyebabkan kemacetan panjang.

"Tetapi mudik tidak pernah begitu dramatis seperti tahun ini," ulas Michel Maas.

Lebih lanjut, Michel Maas membahas mengenai kondisi dalam kendaraan pemdik yag terjebak macet selama belasan jam sehingga menyebabkan jatuhnya korban tewas. Sebuah kenyataan yang dibantah keras oleh Menteri Jonan.

"Media berbicara tentang kondisi kemacetan lalu lintas yang benar-benar mengerikan. Bayangkan. dua belas orang dalam van dengan pintu tertutup rapat dalam suhu 35 derajat," ulas Maas.

Maas pun menulis, sudah saatnya pemerintah Indonesia membangun jaringan jalan yang layak dan memperhatikan arus lalu lintas saat jutaan mobil berada di titik kemacetan yang sama. Maas mengungkapkan, pemerintah Indonesia berkilah telah melakukan yang terbaik untuk mencegah kemacetan lalu lintas di jalur mudik. Namun sayangnya, alih-alih memberi solusi, pemerintah malah menyalahkan tingkat pertumbuhan penduduk yang besar dan peningkatan jumlah kendaraan pemdik dari tahun ke tahun.

Sayangnya, meski telah ditulis dan diulas media asing, Jokowit tak juga memberikan pernyataan apapun, termasuk ungkapan belasungkawa bagi korban yang meninggal. Jokowi lebih suka menyibukkan diri dengan pencitraan sebagai presiden sederhana yang merakyat.

Kini mata dunia sudah terbuka. Jokowi bukanlah presiden merakyat seperti yang selama ini berusaha dicitrakannya. Karena dunia tahu, tak ada satu pun presiden yang dekat dengan rakyat namun tidak memberi pernyataan apapun saat nyawa rakyatnya melayang karena kecerobohan dan kelalaian aparat negara yang dipimpinnya.




Baca juga :