Tak Hormati Putusan Persidangan, Ahok Lecehkan Peradilan Indonesia



[portalpiyungan.com] Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) memenangkan mantan Kepala SMAN 3 Jakarta, Restno Listyarti, di tingkat banding melawan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Putusan PT TUN itu menguatkan putusan yang sama yang juga memenangkan Retno di pengadilan tingkat pertama (PTUN).

Dalam putusannya PT TUN menerima permohonan pembanding, menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 165/G/2015/PTUN-JKT Tanggal 7 Januari 2016 yang dimohonkan banding tersebut.

Putusan di tingkat pertama, hakim menyatakan mengabulkan gugatan Retno seluruhnya, menyatakan batal Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan nomor 355 Tahun 2015, mewajibkan tergugat mencabut Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan nomor 355 Tahun 2015, serta mewajibkan tergugat mengembalikan harkat, martabat, dan kedudukan penggugat dalam keadaan semula sebagai kepala sekolah. Retno mengaku mensyukuri kemenangan ditingkat banding ini.

"Kami bersyukur atas kemenangan di tingkat banding ini. Kami mengapresiasi hakim dapat menegakan kebenaran," kata Retno di PTUN, di Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 30 Juni 2016..

Pengacara LBH yang mendampingi Retno, Eny Rofiatul mengatakan, amar putusan banding ini semakin menguatkan bahwa Disdik DKI telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Retno.

Keputusan pemecatan terhadap Retno juga bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik.

Keputusan PT TUN, menurut dia, berdasarkan ketentuan Mahkamah Agung, sudah bersifat inkracht atau berkekuatan hukum tetap, karena perkaranya ada di level daerah bukan nasional.

"Untuk itu Pemprov DKI melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta sudah semestinya harus segera melakukan eksekusi atas putusan hakim ini," ujar Eny.

Diketahui sebelumnya, gugatan mantan Kepala Sekolah SMA 3 Retno Listiyarti telah dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada tanggal 7 Januari 2016. Majelis meminta tergugat mengembalikan jabatan kepala sekolah dan merehabilitasi nama baik Retno.

Namun saat itu, Ahok malah menertawakan langkah Retno dan menantang balik.  Menurut dia, tidak masalah mau menggugat sampai mana pun.

"Gugat mah gugat saja, kepala dinasnya sudah pindah," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis, 7 Januari 2016.

Dengan adanya keputusan ini, Pemprov DKI Jakarta dinyatakan kalah.

"Dia nuntut apa sih? Cuma nuntut jadi kepala sekolah kan? Emang putusan PTUN bisa eksekusi? Kalau kita enggak mau balikin dia jadi kepala sekolah, boleh enggak? Haknya kita, kok.," tandas Ahok saat itu.

--------

Sikap arogan yang sama ditunjukkan Ahok saat PTUN memenangkan gugatan nelayan atas SK Gubernur tentang izin proyek reklamasi pulau G. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan keputusan hakim PTUN belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ahok merasa tak tertekan meski mengalami kekalahan dalam gugatan tersebut. Ia menjanjikan reklamasi di pulau G masih bisa dikerjakan oleh BUMD DKI.

"Saya kira itu belum incraht ya biarin aja. Buat saya itu enggak ada masalah. Kita reklamasi tetap jalan pakai izin sendiri. Kita bisa pakai Jakpro kerjain," katanya seperti dirilis Republika 1 Juni 2016 lalu.

Ia menyatakan proyek reklamasi masih bisa dilanjutkan meski sudah kalah gugatan. Sebab baginya dalam proyek reklamasi, penghentian sementara hanya dilakukan supaya ada perbaikan amdal.

"Enggak bisa  kalau belum incraht enggak bisa dong. Kan lagipula sudah disetop dari Lingkungan hidup. Kan disuruh benahi dulu. Kalau nelayan menang kan bisa gugat mengugat tunggu waktu," ujarnya.

Sebelumnya, dalam kekalahan melawan warga Bidara Cina, Ahok juga menunjukkan arogansi serupa.

"Jalan terus," ujar Ahok menanggapi pertanyaan wartawan mengenai kelanjutan pengerjaan sodetan kali Ciliwung.

Sikap Ahok yang tidak menghargai putusan pengadilan menjadi sebuah indikator adanya kekuatan besar di balik Ahok, sehingga ia bisa dengan sangat mudah melecehkan peradilan Indonesia.

Baca juga :